Nunukan

Sampah Berserakan Di Nunukan

Kesadaran Masyarakat Kurang, TPS Juga Minim

NUNUKAN – Kata Penekindi Debaya, berasal dari bahasa daerah yang lebih kurang artinya Bersama Membangun Daerah, yang kemudian dijadikan sebagai slogan Kabupaten Nunukan, tercederai pada sisi kebersihan lingkungannya.

Menjelang usianyanya yang ke-22 pada 12 Oktober 2021 mendatang, persoalan sampah di daerah ini masih menjadi momok yang agaknya belum teratasi secara baik.

Di ibukota kabupaten misalnya, sampah berserakan di tempat-tempat umum menjadi pemandangan yang sangat mudah ditemukan. Termasuk pada titik-titik yang justru tersedia Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Sebut saja sejumlah TPS yang sempat terpantau oleh media ini. Diantaranya TPS di Jl. Ahmad Yani, Jl. R.A. Kartini, Jl. Rimba, Jl. TVRI, Jl. Pattimura, Jl. Bahari, Jl. Hasanuddin, Jl. Pasar Baru, Jl. Tien Suharto, Jl. P. Antasari maupun Jl. Imam Bonjol.

Sampah organik maupun anorganik yang berserakan disertai aroma tak sedap yang menyebar menyiratkan kepedulian terhadap lingkungan bersih di Nunukan masih harus ditingkatkan lagi.

Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Jika dirunut, kebiasaan dari sebagian masyarakat yang ternyata tidak patuh dengan cara mereka membuang sampah hingga disiplin ketentuan waktu membuang sampah.

Kepala Bidang Persampahan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nunukan, Joned S.Hut. M.A.P menerangkan Peraturan Daerah (Perda) Nunukan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan dalam pasal 14 bahwa penyimpanan sampah dari rumah tinggal atau fasilitas umum maupun fasilitas sosial dan fasilitas lainnya ke TPS dilakukan pada pukul 18.00 wita sampai dengan 06.00 wita. Kecuali pada Minggu, tidak ada penyimpanan sampah ke TPS.

“Sosialisasi sering kami lakukan agar masyarakat mematuhi waktu pembuangan sampah. Termasuk tata caranya. Jika dihiraukan, pasti tidak terjadi kondisi seperti sekarang ini,” kata Joned.

Mengaku merasa gelisah dengan persoalan sampah di Nunukan, Joned tetap berharap agar masyarakat memberikan kerjasamanya yang baik dalam hal penanganan sampah di daerah ini.

Selain disiplin terhadap waktu pembuangan sampah, menurut Joned pemilahan sampah rumah tangga sebelum dibuang ke TPS juga harus dipahami masyarakat.

Sampah rumah tangga, kata dia sebenarnya banyak yang masih dapat dimanfaatkan. Salah satu diantaranya adalah sisa-sisa makanan yang dapat dijadikan pupuk kompos sederhana yang dapat dilakukan secara mandiri atau untuk pakan ternak.

Namun terlepas dari perilaku dan kesadaran masyarakat, berserakan sampah di Nunukan juga akibat kondisi TPS sudah banyak yang rusak atau tidak memadai dengan volume sampah yang dibuang warga. Itu sebabnya, sampah lebih banyak menumpuk diluar TPS atau berserakan akibat ditarik hewan liar.

Kapasitas TPS di Kota Nunukan diakui oleh Kepala Bidang Persampahan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nunukan ini memang masih sangat terbatas. Hanya ada 56 Unit TPS yang tersedia. Jumlah itu, menurut Joned masih sangat kurang. Tidak sebanding baik dengan jumlah penduduk maupun jumlah unit pengangkut dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Jumlah TPS di Nunukan belum bisa ditambah. Keterbatasan anggaran menjadi kendala untuk mengadakan TPS baru maupun meningkatkan TPS yang sudah ada,” terang Joned. Dia memastikan, secara bertahap TPS yang rusak akan diupayakan revitalisasinya. (SYA/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button