Bupati : “Jika terbukti benar, akan ada sanksi untuknya,”
Oknum ASN di Nunukan Yang Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual

NUNUKAN – Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid mengaku sangat menyesalkan dan prihatin jika benar oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan, AH telah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap seorang wanita bernama SF.
Tidak hanya menyesalkan, Laura juga memastikan tentu ada sanksi sesuai ketentuan yang ada akan diberikan kepada AH. Namun apa bentuk sanksi yang akan diberikan, menurut Bupati Nunukan ini tentu masih menunggu hasil pemeriksaan pihak kepolisian.
“Ya tentunya saya sangat prihatin jika hal itu benar terjadi. Ini perlu menjadi perhatian oleh semua pihak. Jika terbukti bersalah, saya atas nama Pemerintah Daerah tentu akan memberikan sanksi terhadap yang bersangkutan (AH). Apa bentuk sanksinua, kita tunggu hasil pemeriksaan dari pihak berwajib,” kata Laura, Senin (13/5/2024).
Bahwa oknum ASN yang dinilai mencermarkan nama baik instansi maupun daerah tersebut telah menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian, dibenarkan Laura berdasar hasil laporan pejabat Kepala Disdukcapil Nunukan.
Menurut Bupati, Kadis Disdukcapil Nunukan telah melaporkan langsung kepadanya beberapa hal penting terkait isu kasus yang merebak. Termasuk melaporkan pemeriksaan yang akan dilakukan pihak berwajib kepada AH.
“Saya merestui masalah ini dibawa ke ranah hukum. Atas nama Kepala Daerah saya menyampikan permohonan maaf kepada seluruh pihak. Terutama masyarakat Nunukan atas ketidaknyamanan ini, atas pelayanan yang tidak semestinya dilakukan oleh staf saya,” tegas Laura.
Seperti diketahui, beberapa hari belakangan ini tersebar informasi adanya wanita bernama SF yang mengaku telah mengalami tindak pelecehan seksual dari salah seorang oknum ASN pada Disdukcapil Nunukan saat mengurus pembuatan dokumen kependudukan di instansi tersebut pada Rabu (8/5/2024).
Pada sesi wawancara, AH dikabarkan memanfaatkan kondisi SF yang tidak bisa melengkapi sejumlah dokumen pendukung sebagai syarat untuk mendapatkan identitas kependudukan berupa KTP. Mengingat selama ini sejak kecil SF dibesarkan ikut dengan orang tuanya bekerja di wilayah negara Malaysia.
Atas kekurangan dokumen yang tidak bisa dipenuhi SF itulah, termasuk tidak hafal lagu Indonesia Raya dijadikan alasan AH untuk menolak rekomendasi persyartan pembuatan KTP untuk SF.
Namun pada sisi lain dia menawarkan ‘solusi’ agar terpenuhinya keinginan SF memiliki KTP bisa terpenuhi mau mengikuti ajakan AH melakukan perbuatan tidak senonoh di ruang kerja oknum ASN tersebut.
Tidak sekedar menawarkan solusi dimaksud, sesuai pengaduan SF, AH bahkan bertindak lebih jauh dengan menggerayangi beberapa bagian tubuh sensitifnya wanita berusia 21 tahun itu sebelum terlebih dahulu merapatkan pintu ruang kerjanya.
Tidak terima atas perbuatan yang dilakukan terhadapnya, didampingi kerabatnya SF kemudia melaporkan kasus tersebut kepada pihak berwajib. (ADHE/DIKSIPRO)