NunukanPolitik

Berpotensi Terjadi Pelanggaran, Bawaslu Nunukan Minta Tahapan Coklit Diawasi Ketat

Yusran : “Masyarakat harus kritis kalau ada petugas Pantarlih gadungan,”

NUNUKAN – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Nunukan menilai, pada taahapan dilakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) cukup rawan terjadi pelanggaran. Petugas Pengawas Pemilihan diminta bekerja ekstra dalam melakukan pencegahan maupun pengawasan pada tahapan tersebut.

Karenanya, Ketua Bawaslu Kabupaten Nunukan, Mochamad Yusran meminta kepada anggotanya agar tidak ragu-ragu dalam mengingatkan petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) terhadap potensi pelanggaran yang akan terjadi.

“Saya telah mengingatkan kepada anggota (Bawaslu), jika ada potensi terjadi dugaan pelanggaran, jangan ragu untuk segera memberikan saran perbaikan. Jika sudah diingatkan, namun tidak diindahkan, ditegaskan saja sebagai temuan yang akan ditindak lanjuti sebagai dugaan pelanggaran,” kata Yusran, Kamis (27/6/2024).

Ketua Bawaslu Kabupaten Nunukan ini mengistilahkan, kunci pemutakhiran data pemilih merupakan ‘mata air’ pencoklit yang dilakukan petugas Pantarlih. Jika mata airnya sudah tercemar akibat  ketidak patuhan terhadap prosedur dan subtansi Pantarlih, maka data pemilihan kedepan akan buruk. Hal itu nantinya tentu berdampak pada hasil pemungutan dan penghitungan suara.

“Untuk itu Panwascam dan Panwaslu Desa/Kelurahan harus benar-benar melakukan pengawasan Coklit dilapangan. Jangan sampai proses Coklit hanya dilakukan diatas meja. Tujuan Coklit gunanya memastikan data pemilih dapat terverifikasi dan terkompilasi dengan benar.” Tambahnya.

Pada sisi lain, lanjut Yusran, masyarakat juga harus kritis. Ketika ada orang  datang mengaku sebagai petugas Pantarlih, apalagi tidak memperlihatkan identitas pendukung, jangan sungkan untuk mempertanyakannya terlebih dahulu. Minta pembuktian dengan menunjukkan Surat Tugasnya sebagai petugas resmi Pantarlih, bukan gadungan.

Apalagi, lanjutnya, jika ada yang hanya mengaku-ngaku sebagai petugas Pantarlih tapi kenyataannya bukan, resikonya bisa di pidana berdasarkan pasal 117 UU Pilkada.

Dirincikannya, Pasal 177 pada UU Pilkada dimaksud menyebutkan bahwa Setiap orang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri, atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 bulan dan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000 dan paling banyak  sebesar Rp 12.000.000.

Terkait masyarakat yang bekerja di luar daerah atau bahkan di luar begeri, tidak serta merta Namanya di coret, meskipun kesulitan melakukan coklit terhadap orang tersebut. Pidana yang dapat diberikan kepada seseorang yang dengan dengan sengaja menghilangkan hak pilih orang lain, sesuai pasal 178 UU Pilkada, dapat dipidana penjara minimal 12 bulan dan maksimal 24 bulan, dan denda minimal Rp 12.000.000 dan maksimal Rp 24.000.000.

Kendati demikian, dapat dilaksanakannya sanksi dimaksud, menurut Yusran tentu saja jika terdapat unsur-unsur yang menyalahinya terpenuhi. Tidak serta merta dapat dilakukan sanksi pidana seperti yang diatur dalam UU Pemilu dimaksudkan. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button