Feature

Keterbukaan, Kebersamaan dan Toleransi

Sabtu, 21 Januari 2023, tepat Pk. 19.12 Wita, saya dikabari wartawan kami, media Diksipro.com, Devy mengenai undangan dari Pengurus Majelis Agama Konghucu Indonesia (MAKIN) Kabupaten Nunukan, untuk hadir pada malam menjelang perayaan Tahun Baru Cina tahun 2023 atau Tahun Baru Imlek Tahun 2547 di Kelenteng San Seng Kong, Nunukan.

Sebuah kesempatan menarik yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Karena sejujurnya, saya termasuk orang yang begitu menyukai bentuk-bentuk ornamen bangunan dan pernak-pernik bernuansa dari negeri Tirai Bambu. Di Kelenteng San Seng Kong, setidaknya saya bisa melihat sedikit ornamen-ornamen serta pernak-pernik dari kebanyakan yang ada, sambil mejeng ber-swa foto.

Memenuhi undangan kali ini sebenarnya bukan untuk pertama kali saya datang dan masuk ke Fuk Ling Miau umat Konghucu di Nunukan ini. Jauh sebelumnya, saya juga pernah diundang hadir saat rumah ibadah yang berlokasi di Jl. Pembangunan RT. 10 Kelurahan Nunukan Barat itu diresmikan pada tahun 2008 silam.

Yang membedakan semangat saya kali ini, dan itu -ā€˜godaan’ terbesarnya- keinginan untuk menyaksikan langsung dari dekat, seperti apa tradisi atau tata cara ibadah yang berlangsung di sebuah Kelenteng.

Dipikiran sebelumnya saat tiba di Kelenteng itu, selain para petugas keamanan dari beberapa kesatuan dan rekan-rekan wartawan dari media lain, tentunya saya akan melulu bertemu warga-warga Cina di Nunukan yang datang untuk memanjatkan doa kepada Thien Kong atau kepada Kwan Tie Koen.

Dugaan saya meleset. Pada meja dan kursi yang ada pada salah satu sudut halaman Kelenteng, yang memang dipersiapkan untuk menjamu tamu, saya melihat Kasubag Tata Usaha Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Nunukan, H. Sayid Abdullah dan Gembala Sidang di Gereja Kerapatan Pantekosta Jemaat Batu Penjuru, Pdt. Micha Mubes Sukoco, SE., S.Th serta beberapa tokoh masyarakat non Tionghoa.

Hampir berbarengan dengan ketibaan saya bersama Devy tadi, Koordinator Bidang Sosialisasi pada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Nunukan, Ust. Zahri Fadli, M.Si., juga hadir.

Surprise, menurut saya!

Dari pengurus MAKIN Kabupaten Nunukan, melalui Sekretarisnya, Susanto, saya beroleh penjelasan, tokoh-tokoh agama luar Konghucu yang ada di Nunukan tersebut memang diundang hadir ke Kelenteng San Seng Kong pada malam menjelang perayaan Tahun Baru Imlek Tahun 2547 ini.

Mengundang kehadiran para tokoh agama di luar Konghucu ini dipastikan merupakan inisiatif yang baru pertama kali dilakukan dalam melaksanakan penyambutan malam perayaan Tahun Baru Cina di Nunukan.

Berkumpul bersama tokoh agama yang ada di Nunukan, menurut Susanto sudah biasa dilakukan pada agenda Coffee Morning yang rutin diselenggarkan FKUB, sekali dalam sebulan. Namun mengundang hadir ke Kelenteng bertepatan pada perayaan tradisi atau keagamaan seperti momentum kali ini, memang baru yang pertamanya.

Selain sebagai wujud dari tingginya toleransi umat beragama di Nunukan, membangun kerukunan antara umat beragama juga sangat efektif dilakukan dengan cara saling kunjung mengunjungi. Begitu saya diterangkan Susanto terkait mengundang tokoh-tokoh masyarakat atau pemuka agama pada perayaan seperti ini.

Dari penjelasan demi penjelasan yang disampaikan Susanto, saya dapat menangkap sebuah makna bahwa inisiatif mereka tersebut juga sebagai bentuk keterbukaan warga Tionghoa terhadap etnis dan agama lain untuk mengenal lebih dekat tradisi, budaya serta tata cara penganut umat Konghucu beribadah.

Dijelaskan Susanto, Kelenteng yang pembangunannya dimulai pada tahun 2000 dan selesai dibangun lalu diresmikan delapan tahun kemudian, tidak semata-mata dibangun sebagai tempat peribadatan. Namun keberadaannya juga dimaksudkan sebagai destinasi kunjungan rekreasi warga luar Tionghoa yang ingin datang sekedar melihat Kelenteng dari dekat.

ā€œRekan-rekan atau saudara dari agama lain yang ingin datang sekedar jalan-jalan, berwisata melihat-lihat Kelenteng, silahkan saja. Kami sangat terbuka untuk dikunjungi,ā€ kata Susanto.

Ustad Zahri Fadli, menyebutkan, menjalin komunikasi dan kebersamaan merupakan perwujudan atau simbol toleransi di antara umat beragama, merupakan misi dari keberadaan FKUB.

Tidak memandang agama atau kepercayaan, terlebih pada perayaan hari besar keagamaan, perlu saling hormat menghormati pada penyelenggaraannya.
Apresiasi yang tinggi diberikannya kepada warga Tionghoa di Nunukan yang merayakan Tahun Baru Imlek dengan berinisiatif mengundang pemuka agama lain sebagai bentuk keterbukaan di tengah masyarakat.

ā€œMewakil umat Islam, kehadiran saya disini sebagai wujud penghargaan kepada teman-teman yang merayakan Hari Raya Imlek,ā€ ujar Zahri Fadli.

Zahri yang juga Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Nunukan ini menyebut kehadirannya juga dimanfaatkan untuk mempelajari banyak hal tentang Filosofi-Filosofi, simbol-simbol tertentu dari etnis Tionghoa untuk memperkaya khazanah pikir kita.

Perkembangan toleransi antar umat beragama di Nunukan, menurut Gembala Sidang di Gereja Kerapatan Pantekosta Jemaat Batu Penjuru, Pdt. Micha Mubes Sukoco, SE., S.Th, semakin terus membaik.

Sebuah kebanggaan menurut dia, ternyata tokoh-tokoh agama di daerah ini mempu membudidayakan toleransi beragama secara baik. Wakil Ketua pada Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Kabupaten Nunukan ini merasa perlu menyampaikan juga kepada masyarakat, saling menjaga dan membangun silaturahmi tidak hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh agama atau tokoh masyarakat saja. Namun diikuti hingga di tengah masyarakat umum.

ā€œTidak hanya pada tatanan kehidupan beragama, juga antara suku, silaturahmi harus dibudayakan agar tidak terjadi gesekan demi gesekan yang tidak diinginkan,ā€ kata Pdt. Micha Mubes Sukoco.

Pada penegasannya, Kasubag Tata Usaha pada Kemenag Kabupaten Nunukan, H. Sayid Abdullah, memastikan undangan hadir pada malam menjelang perayaan Hari Raya Imlek oleh Pengurus MAKIN menunjukkan salah satu bukti nyata bahwa umat beragama di Nunukan hidup berdampingan secara rukun.

ā€œHal ini sangat positif sekali dalam rangka lebih mempererat kerukunan umat beragama di Nunukan,ā€ kata Sayid Abdullah yang juga membidangi Pembinaan Masyarakat Konghucu di Kabupaten Nunukan pada Kemenag Kabupaten Nunukan.

Terlepas dari pernyataan sejuk dari ketiga tokoh agama yang sempat saya ajak berbincang malam itu, secara pribadi saya menilai keterbukaan yang dibangun masyarakat etnis Tionghoa di Nunukan terhadap masyarakat disekeliling mereka semakin menjunjukkan kemajuan yang harus dibalas dengan sambutan mesra.

Bukti lain dari rasa kebersamaan yang mereka tunjukkan, saat menjadi satu di antara dua belas etnis yang ada di Nunukan, Ketika ambil bagian melibati Pameran Jajanan Kue Tradisional yang digelar oleh Forum Masyarakat Adat Lintas Etnis (Formaline) pada 12 September 2022.

Ikut bahagia rasanya saat melihat stand pameran Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Nunukan dijejali warga Nunukan yang ingin mencicipi kue-kue tradisonal mereka yang memang tidak dapat dijumpai pada pasar-pasar atau pusat jajanan kuliner di Nunukan.

Sebagai umat pemeluk agama yang sangat meyakini petikan terakhir Qur’an Surat Al Kafirun, Lakum Diinukum Waliyadien saya sangat berharap kerukunan umat beragama di bumi Tunon Taka ini terus terpelihara baik sepanjang masa.

GONG XI FA CAI

Penulis : Adharsyah (Pemimpin Redaksi Diksipro.com)

Komentar

Related Articles

Back to top button