Kaharuddin : “Sulit mau bilang kasus Ijazah palsu tidak direncanakan,”
Kepala DKISP Tentang Penerapan PP RI Nomor 11/2017

NUNUKAN – Mempertegas ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tersandung kasus pidana dan telah ditetapkan vonis sanksinya, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik (DKISP) Kabupaten Nunukan, Kaharuddin Tokong memastikan peraturan tersebut sebagai sumber acuan yang tidak terbantahkan untuk memberikan Hukuman Disiplin (Hukdis) kepada PNS yang telah dipastikan bersalah.
“Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017, seperti itulah penerapannya di lapangan,” tegas Kaharuddin, Senin (31/10/2022).
Pernyataan yang disampaikan Kadiskominfotik yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Nunukan ini dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat dalam menafsirkan peraturan dan realisasi penerapannya.
Hal ini menyusul kasus tindak pidana yang dilakukan salah seorang oknum PNS atau yang belakangan lebih dikenal dengan sebutan Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah ini, SB bin AG yang telah menerbitkan ijazah palsu dan digunakan oleh salah seorang kandidat peserta Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Desa Srinanti, Kecamatan Sei Menggaris.
Pada proses hukum berjalan, saat ini, SB yang dianggap melanggar Pasal 248 KUHP ayat (2) tengah menunggu proses pengadilan dengan agenda pembacaan putusan Majelis Hakim.
Sebelumnya, Kabid Mutasi, Promosi, dan Evaluasi Kinerja pada BKPSDM Kabupaten Nunukan, Rudi Yulianto mengatakan bahwa setiap ASN yang melakukan tindak pidana atau penyelewengan, sesuai Pasal 248 Aya (2) dengan sanksi pidana penjara kurang dari dua tahun yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap tidak dapat diberhentikan jika tindak pidana yang dilakukannya tidak dengan berencana.
Selama menjabat Kepala BKPSDM Kabupaten Nunukan, Kaharuddin mengaku dirinya memang belum pernah menindaklanjuti kasus seperti yang dilakukan oknum ASN bernama SB.
Tapi jika mengacu pada kalimat yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 Tahun 2017 itu, sudah bisa dipastikan konsekuensi apa yang bakal diterima SB.
“Sulit untuk mengatakan kasus yang dilakukannya (SB) tidak direncanakan. Ada proses berjalan dan butuh waktu sehingga terjadi tindak pelanggaran yang dilakukan,” kata Kaharuddin.
Merinci proses penanganan terhadap seorang ASN yang tersandung kasus hukum, lanjut Kaharuddin, dala mengambil sebuah keputusan, dimulai dari diperolehnya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan tetap terhadap yang bersangkutan untuk dijadikan dasar oleh BKPSDM menindaklanjutinya.
BKPSDM, lanjutnya lagi akan membentuk sebuah Tim Hukuman Disiplin (Hukdis) yang dipimpin pejabat Sekretaris Daerah (Sekda), beranggotakan antara lain Pejabat Asisten I, BKPSDM, Inspektorat serta Bagia Hukum Sekretariat Pemerintah Daerah.
Dalam rapat berlangsung, akan muncul saran dan pendapat untuk dipertimbangkan oleh semua unsur yang terlibat dalam tim untuk mendapat hasil akhir yang disepakati dalam menentukan kelanjutan nasib ASN yang bermasalah. (PND/DIKSIPRO)