
NUNUKAN – Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setkab Nunukan, Asmar memastikan Pemerintah Daerah tidak mungkin menerbitkan ketentuan tertulis terkait kebijakan kearifan lokal mengenai perdagangan barang kebutuhan pokok masyarakat di Nunukan yang dipasok dari negara tetangga terdekat, Malaysia.
Mengingat kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan/atau jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Jika ada aturan tertulis yang diterbitkan daerah tentang kearifan lokal yang bertentangan dengan aturan pemerintah, menurut Asmar, itu artinya sama saja dengan memberi legitimasi sesuatu yang tidak dibenarkan.
“Disini harus kita pahamkan masyarakat, apa yang dimaksud dengan kearifan lokal dan tujuannya. Jangan sampai masyarakat salah menafsirkan dan menghubung-hubungkan dengan permakluman kondisi daerah,” terangnya.
Harapan sekelompok masyarakat yang meminta Pemkab Nunukan menerbitkan semacam kebijakan tertulis mengenai sistem perdagangan tradisional antara Nunukan, Indonesia dengan Tawau, Malaysia akhir-akhir ini sempat mencuat.
Menyusul ketegasan aparat keamanan di daerah ini yang telah beberapa kali mengamankan sejumlah barang dagangan yang dipasok dari Malaysia ke wilayah Kabupaten Nunukan.
Namun dalam hal ini Pemkab Nunukan juga tidak samasekali menutup habis pintu masuk untuk beberapa komoditi yang dianggap menjadi kebutuhan pokok di daerah yang belum dapat terpenuhi oleh pemerintah.
Langkah yang dilakukan adalah dengan merumuskan daftar barang pokok yang dianggap menjadi kebutuhan dasar masyarakat di wilayah perbatasan yang diperkenankan dipasok dari luar negeri dan diakomodir melalui kearifan lokal.
Termasuk menentukan berapa banyak barang pokok dimaksud yang dibutuhkan masyarakat perbatasan per bulannya agar kebijakan yang diberikan tidak disalahgunakan.
“Setelah rumusan itu ada, nanti akan disampaikan kepada masyarakat, para pedagang serta aparat keamanan. Agar memiliki satu pemahaman yang sama dengan yang dimaksud kearifan lokal tadi,” tambahnya.
Terpisah, Kabid Perdagangan, Dinas Koperasi UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Nunukan, Dior Frames menjelaskan sejumlah barang kebutuhan pokok sebagai komoditi yang bisa dipasok dari Malaysia.
Di antaranya gula, minyak goreng, gandum serta barang penunjang lainnya berupa Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Hal itu, menurut Dior sudah sesuai dengan Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970. Itu pun dalam jumlah tertentu dengan batasan pembelian maksimal sebesar RM 600 atau setara dengan nilai sekitar Rp 2 jutaan.
Dan itu hanya untuk wilayah Nunukan. Untuk barang-barang kebutuhan pokok yang dipasok dari Malaysia lalu diperdagangkan hingga ke luar daerah, menurut Dior tetap dianggap tidak berizin.
“Sepanjang untuk pemenuhan masyarakat di wilayah Sebatik dan Nunukan, itu tidak masalah. Karena ada kebijakan kearifan lokalnya. Tapi untuk barang jenis Frozen Food, jenis minuman dan makanan ringan, bukan termasuk Bapok yang bisa dibijaki,” kata Dior.
Dia juga membenarkan dugaan adanya sejumlah barang tidak termasuk dalam kategori bahan kebutuhan pokok (Bapok) yang diperdagangkan di luar Nunukan dalam jumlah yang besar. (INNA-PND/DIKSIPRO)