Opini

232 Wajah Ekonomi Nunukan

Menyatukan Potensi Lokal dalam Langkah Besar

Oleh: Alamsyah – Wakil Ketua Umum BPC HIPMI Nunukan (Penulis adalah Ex Tenaga Pendamping Profesional Kemendes PDTT untuk Satker P3MD Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2017 s/d 2019)

Ketika arus pembangunan nasional cenderung terpusat di perkotaan dan kawasan industri, Kabupaten Nunukan menawarkan paradigma alternatif yang lebih menyentuh akar masyarakat, membangun ekonomi dari desa. Dengan 232 desa yang tersebar di perbatasan Kalimantan Utara, potensi ekonomi lokal sesungguhnya melimpah menunggu digerakkan secara sistemik dan kolektif.

Gagasan dasar ini bersandar pada fakta bahwa setiap desa memiliki produk unggulan berbasis sumber daya lokal dan budaya komunitas. Sebatik & Nunukan dengan rumput laut, Krayan dengan beras adan, garam gunung dan kopi organik, Sebuku, Sembakung, Atulai, Lumbis hingga ke Hulu dengan kerajinannya, hingga Tulin Onsoi dengan ubi dan olahannya. Semuanya menggambarkan mozaik ekonomi kerakyatan yang otentik dan berkelanjutan.

Namun potensi tidak otomatis menjadi kekuatan ekonomi. Diperlukan desain kelembagaan yang mampu mengorganisir, memasilitasi, dan mengonsolidasikan inisiatif desa menjadi ekosistem usaha yang tangguh. Di sinilah Koperasi Desa Merah Putih memainkan peran kunci sebagai motor penggerak ekonomi komunitas.

Koperasi ini bukan sekadar instrumen simpan-pinjam, melainkan platform strategis yang mencakup produksi, pemasaran, pelatihan, dan pembiayaan. Hingga pertengahan 2025, tercatat sebanyak 171 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP), terdiri dari 139 KDMP (139 Desa), 8 KKMP (8 Kelurahan) dan 24 KDMP Gabungan (93 Desa) aktif di Nunukan, beberapa di antaranya telah mengintegrasikan unit usaha berbasis produk unggulan desa.

HIPMI BPC Nunukan melihat momentum ini sebagai peluang strategis untuk membangun ekosistem usaha desa berbasis kolaborasi dan teknologi. Fasilitasi dan mentoring untuk menghubungkan koperasi dengan platform digital dan investor akan dibutuhkan, serta mengembangkan festival ekonomi desa sebagai etalase inovasi daerah.

Jika 232 desa mampu mengembangkan masing-masing satu produk unggulan secara mandiri dan sinergis, maka kita berbicara tentang 232 pusat pertumbuhan ekonomi mikro yang menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan lokal, dan memperkuat ketahanan ekonomi regional.

Pendekatan ini juga mengubah struktur perputaran ekonomi. Dana tidak lagi tersentralisasi di kota, melainkan berputar di desa meningkatkan daya beli dan mempercepat inklusi finansial masyarakat. Koperasi memainkan peran sebagai penjaga sirkulasi modal lokal sekaligus pelindung dari eksploitasi pasar.

Dari sisi kebijakan, pemerintah daerah perlu menjadikan penguatan koperasi dan pengembangan produk unggulan desa sebagai indikator kinerja strategis RPJMD dan RKPD, dengan dukungan regulasi, anggaran, serta kemitraan lintas sektor.

Lebih jauh, integrasi antar koperasi desa dapat membuka peluang kolaborasi logistik, efisiensi supply chain, dan bahkan konsorsium ekspor produk unggulan. Koperasi bukan lagi entitas lokal tertutup, melainkan jaringan ekonomi terbuka yang berbasis kemandirian komunitas.

Transformasi ekonomi desa adalah gerakan sosial yang membutuhkan energi kolektif. Di balik angka 232, ada 232 harapan, kisah, dan perjuangan masyarakat yang tak ingin sekadar menjadi penonton pembangunan. Mereka ingin menjadi pelaku utama perubahan.

Nunukan sedang menyusun babak baru pembangunan ekonomi. Kita punya sumber daya, struktur sosial, dan semangat kolaborasi. Yang dibutuhkan sekarang adalah komitmen bersama untuk menjadikan desa sebagai poros utama pertumbuhan.

Koperasi Merah Putih adalah simbol bahwa ekonomi kerakyatan bukan mitos, tapi keniscayaan. Di tangan koperasi, di jantung desa, pembangunan mendapatkan maknanya yang paling hakiki: berpihak pada masyarakat. (*)

Komentar

Related Articles

Back to top button