HukumNunukan

Sengketa Lahan di Sebuku, Tergugat Berikan Klarifiksinya

Yohana : “Jangan menggiring dan membenturkan sesama umat,”

NUNUKAN – Jika tidak ada aral melintang, sidang kedua gugatan lahan seluas 3 hektar di Kecamatan Sebuku oleh pihak gereja terhadap tergugat, warga bernama Yohana digelar hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Nunukan.

Sebelumnya, pada sidang pertama yang diselenggarakan Kamis (21/8/2025) digelar tanpa dihadiri pihak tergugat. Menurut Yohana, ketidakhadirannya saat itu disebabkan surat pemaanggilannya yang dikirimkan PN Nunukan tidak ada dia terima. Sehingga tidak mengetahui jika sidang gugatan tanah yang berlokasi di Desa Apas, Kecamatan Sebuku tersebut akan digelar.

Menjelaskan duduk persoalan sehingga dirinya menjadi tergugat dalam perkara ini, menurut Yohana berawal dari sebidang tanah seluas 60 X 80 meter persegi yang dibeli oleh almarhum suminya, Philipus Arief dari seorang warga yang juga bernama Philipus pada tahun 2000 lalu. Dan selanjutnya dibuatkan SPPT yang terbit pada tanggal 3 Maret 2000.

Pada tahun 2022, permohonan dijukan Yohana selaku istri Philipus Arief untuk membuat sertifikat atas tanah tersebut. Oleh Badan Pertanahan Nunukan sertifikatnya baru diterbitkan pada tanggal 11 September 2023 dengan nomor 45/HM/BPN.64.05/IX/2023.

“Setelah sertifikat tanah tersebut diterbitkan oleh BPN pada tahun 2023 saya baru mendapat informasi tentang adanya gugatan dari pihak gereja yang mengklaim bahwa tanah tersebut adalah lahan milik gereja,” ujar Yohana.

Penjelasan Yohana ini dikatakannya sekali gus membantah tudingan pihak penggugat yang menilai sertifikat tanah atas namanya tersebut diterbitkan BPN disaat tanah itu masih berstatus sengketa.

“Saat saya mengajukan permohonan sertifikat pada tahun 2022, tidak ada sengketa dengan pihak manapun atas tanah milik saya itu . Secara administrasi semua persyaratan untuk menerbitkan sertifikat terpenuhi. Termasuk kewajiban pajak yang saya bayar setiap tahun,” terang Yohana.

Jika kemudian dirinya dijadikan sebagai tergugat, masih seperti dikatakan Yohana, dirinya disertai bukti-bukti dokumen yang dimiliki tentu saja sangat siap menyelesaikan perkara ini melalui jalur hukum. Namun yang membuatnya merasa heran, pihak penggugat mengklaim tanah yang digugat atas nama dirinya seluas 3 hektar. Sedangkan bidang tanah yang dia miliki di lokasi tersebut hanya seluas 0,48 hektar.

Jika ada yang dia sesalkan dalam perkara ini, adalah cara-cara oknum dari pihak penggugat yang melibatkan kelompok umat beragama. Dinilainya sebagai upaya menggalang simpati massa dengan mengatasnamakan agama. Padahal belum tentu kelompok ummat yang dilibatkan mengetahui persis duduk persolan yang sebenarnya.

“Saya lihat dari pihak penggugat banyak orang-orang berwawasan. Mestinya mengerti, secara administrasi perkara ini penyelesaiannya melalui pengadilan. Bukan malah membenturkan umat dari agama yang sama untuk saling berseteru,” tegas Yohana.

Yohana juga menilai pihak penggugat tengah menggunakan strategi manipulatif playing victim. Seolah-olah dalam perkara ini dalah pihak yang menjadi korban.

Buktinya, lanjut dia, di antara petisi yang disampaikan pihak seterunya pada aksi unjuk rasa di Kecamatan Sebuku, Kamis (21/82025) lalu memuat poin yang meminta  perlindungan hukum nyata bagi umat dan pemuka agama Katolik dalam proses penyelesaian perkara ini.

“Perlindungan hukum untuk apa?. Apakah pada proses selama ini pernah ada tindakan kriminlisasi atau  intimidasi dari pihak saya. Bayangkan saja, katanya ada dua ratusan orang yang memberikan dukungan ke pihak mereka. Lalu melakukan aksi unjuk rasa untuk melawan saya sendirian. Saya hanya seorang ibu rumah tangga berstatus janda tanpa massa dan tidak pernah melakukan tindakan intimidatif. Lalu mereka yang meminta perlindungan hukum. Logikanya dimana kalau bukan playing victim dalam upaya mencari simpati yang lebih besar. Seharusnya, saya yang meminta perlindungan hukum ats intimidasi yang saya alami,” kata Yohana lagi.

Yang dia lakukan saat ini, lanjut Yohana, hanya berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan apa yang menjadi hak dirinya sekeluarga. Menyerahkan sepenuhnya penyelesaian keputusannya melalui jalur hukum. Tanpa cara-cara licik yang diduganya hanya untuk memenuhi hawa nafsu oknum-oknum tertentu dengan mengatasnamakan agama atau rumah ibadah. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button