NunukanPendidikan
Trending

Dampak Sekolah Daring, 3 Siswa SMP Negeri 1 Nunukan Tinggal Kelas

Rustiningsih : “Sekolah sudah melaksanakan prosedur yang harus dilakukan,”

NUNUKAN – Sistem pembelajaran online atau dalam jaringan (daring) membuat tidak sedikit guru merasa cemas akan ada siswa mereka yang tinggal kelas. Alasannya, banyak siswa mengalami kesulitan dalam menerima materi pelajaran melalui cara daring.

Selanjutnya bersikap pasif dengan proses belajar yang diselenggarakan, berujung ketidakmampuan mereka menyerap materi pelajaran yang diberikan.

Terbukti pada proses belajar mengajar secara daring pada tahun 2020 lalu. Sebanyak 3 orang pelajar kelas VII di SMP Negeri 1 Nunukan harus tinggal kelas.

Dikatakan oleh Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri I Nunukan, Rustiningsih, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak tahun 2020 memang memaksa pemerintah memberlakukan pembelajaran daring. Dampaknya, siswa mengalami kesulitan menerima pelajaran.

“Sebagian pelajar, dapat menerima sistem pendidikan daring tersebut walau tidak semaksimal selayaknya Pembelajaran Tatap Muka (PTM),” terang Rustiningsih.

Dalam sistem belajar daring, lanjut Rustiningsih, memang tidak dituntut ketuntasan kurikulum. Selama pelajar aktif dan tepat mengumpulkan tugas sesuai waktu, guru tetap memberikan nilai 70 batas terendah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Namun yang jadi persoalan ketika para pelajar tidak memberikan respon positif dengan tidak mengumpulkan tugas pelajaran yang diberikan oleh gurunya.

“Diperlukan pendampingan dari orang tua dan keseriusan siswa menjalani proses belajar mengajar secara online ini. Dalam hal ini, peran orang tua dalam memantau anaknya belajar daring sangat dibutuhkan,” kata Rustiningsih.

Belajar daring, lanjut dia, dibutuhkan kesabaran dari para guru selama 2×24 jam menunggu pengiriman kembali tugas belajar dari para siswa. Kendati sebelumnya sudah ada pemberitahuan batas akhir waktu pengumpulan tugas tersebut namun pelajar menyikapinya dengan slow respon.

“Guru sudah mengirirmkan materi pelajaran, tapi pelajarnya tidak ada respon mengumpulkan pelajaran. Masalah seperti ini selalu berulang-ulang terjadi,” lanjut Rustiningsih.

Dijelaskan oleh Kepala SMP Negeri I Nunukan tersebut, tindakan tinggal kelas terpaksa dilakukan karena segala upaya dari sekolah membantu anak aktif belajar tidak ditanggapi baik. Padahal, mereka diyakini memiliki fasilitas bersekolah daring dan orang tua yang harusnya mendampingi.

Selama pelaksanaan sekolah daring, lanjut dia, wali kelas dan sekolah hanya menuntut paling tidak 2 dari 10 mata pelajaran dibawah KKM sebagai standar terendah kenaikan kelas.

“Pihak sekolah sudah melakukan pendekatan. Tapi siswanya yang no comment. Diperparah dengan sikap orang tua siswa yang juga sudah menyerah. Yang pasti, pihak sekolah sudah melaksanakan prosedur yang harus dilakukan,” beber Rustiningsih.

Terkait pelajar yang terpaksa harus tinggal kelas, mereka tetap diberikan kesempatan mengulang dengan pemantauan ekstra dari wali kelas, pelajar juga harus mengikuti tata tertib sebagai standar keharusan bersekolah dan kenaikan kelas.

Kemudian, jika selama mengikuti pelajaran daring atau Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas tidak memperlihatkan perubahan, sekolah dapat menghentikan pendidikan dengan mengembalikan anak ke orang tua.

“Kami tetap berikan semangat bersekolah, keberhasilan tergantung dari pelajar dan orang tua sebagai pendamping,” ucapnya.

Keberhasilan sekolah daring tidak lepas dari pengaruh orang tua sebagai pendampingan dan pemantauan, peran orang tua selama pandemi sangat luar biasa menjelma menjadi guru bagi anaknya.

Orang tua Ikut belajar dan mengingat kembali pelajaran yang lama dilupakan, tugas pendampingan ini pada sebagian orang menggangu aktivitas kerja, terutama orang tua dengan kesibukan di luar rumah.

“Peran orang tua sangat luar biasa selama pandemi ini, merasakan jadi guru di rumah, menantau pelajaran anak yang kadang dia sendiri tidak dipahami,” tuturnya. (BIAZ/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button