
NUNUKAN – ‘Insiden’ yang terjadi pada pertandingan antara PU United FC saat berhadapan dengan IKAPI FC dalam partai semi final kedua, turnamen sepak bola Amanah Cup 2022 pada Ahad (3/7/2022) menuai banyak kritik dari berbagai pihak yang mengarah kepada ketidak tegasan wasit dalam memimpin pertandingan saat itu, Hamzah.
Misalnya, seperti yang disampaikan Makmun, mantan pesepak bola senior di Nunukan ini menyesalkan wasit yang kemudian menganulir tendangan pinalti yang diberikan kepada PU United FC pada menit ke 7 babak kedua pertandingan, setelah mendapat protes keras dari kubu pemain IKAPI FC.
Keputusan wasit, kata Makmun merupakan keputusan tertinggi yang tidak bisa diganggu gugat. Bagaimana mungkin setelah menunjuk titik putih dalam kotak pinalti, menandai hukuman tendangan pinalti untuk IKAPI FC, wasit kemudian membatalkannya lantaran mendapat protes dari para pemain lawan yang dipimpin Aldi selaku kapten kesebelasan.
“Wasit sudah menunjuk titik pinalti. Protes pemain yang merasa dirugikan adalah wajar. Tapi selaku jenderal yang memimpin jalannya pertandingan, dengan segala konsekwensinya, wasit punya kewenangan penuh untuk membuat keputusannya. Keputusan itu harus diterima para pemain yang berlaga dengan lapang dada,” tegas Makmun.
Keputusan yang dibuat wasit di dalam lapangan, lanjutnya, adalah keputusan mutlak pada kewenanganya yang tidak boleh dicampuri atau diintervensi oleh pihak manapun di luar lapangan.
Kendati memberikan kritik tajam kepada wasit, namun legendaris sepak bola yang aktif sejak tahun 1971 hingga 1982 di Nunukan ini menyesalkan aksi walk out team PU United karena tidak bersedia melanjutkan pertandingan akibat keputusan wasit yang dinilai merugikan team yang dipimpin Zulfikar sebagai kapten kesebelasan tersebut.
“Saya tetap menyesalkan ketidak tegasan wasit dalam mengambil keputusannya. Namun mengkritisi juga langkah official PU United FC karena memilih mundur dari pertandingan yang sedang berlangsung,” kata mantan pesepak bola Nunukan yang pernah memperkuat kesebelasan Persiba Balikpapan di PON XI pada tahun 1984 silam ini.
Karena menurut dia, langkah tersebut sebagai bentuk ketidak dewasaan dalam menyikapi persoalan pada dunia olahraga, khususunya sepak bola. Apalagi, turnamen ini juga diikuti pemain-pemain yang didatangkan dari luar daerah, akan memberi citra buruk pada dunia olahraga sepak bola di Kabupaten Nunukan.
Senada dengan Makmun, Koordinator Seksi Pertandingan di kepanitiaan Amanah Cup 2022, Marcell Keraf juga menyesalkan keputusan wasit yang kemudian merubah keputusan hadiah tendangan pinalti untuk PU United FC tersebut.
Selaku panitia penyelenggara, menurut Marcell memang dirinya tidak bisa mengintervensi keputusan wasit, karena hal tersebut merupakan hak mutlaknya selaku pemimpin jalannya pertandingan.
“Namun melihat apa yang terjadi di lapangan, wasit sebenarnya tidak boleh merubah keputusan awal yang telah diambil. Itu yang disayangkan. Seharusnya wasit berkuasa penuh atas kewenangannya. Bukan malah membawa keputusan yang telah diambil kedalam bentuk musyawarah,” terang Marcell.
Tindakan protes yang dilakukan pemain untuk menggugat keputusan wasit dengan melihat hasil rekaman video amatir jalannya pertandingan yang kemudian dituruti wasit juga tidak dibenarkan Marcell.
Mengingat rekaman video dimaksud bukan hasil Par resmi yang dapat dijadikan acuan untuk merubah keputusan wasit. Selain itu, regulasi yang dibuat panitia pelaksana pertandingan juga tidak mengakomodir langkah tersebut.
“Rekaman video yang dibuat, sejatinya dipersiapkan untuk penonton yang tidak bisa hadir menyaksikan langsung jalannya pertandingan di stadion. Rekaman video amatir itu dimaksudkan sebagai rekaman untuk dokumentasi panitia,” terangnya.
Jika kemudian ada protes dari team bermain, rekaman tersebut memang dapat dijadikan sebagai barang bukti tapi prosedurnya dilakukan setelah pertandingan selesai digelar. (PND/DIKSIPRO)