
NUNUKAN – Seperti tidak ada habisnya, permasalahan di RSUD Nunukan masih terus berlanjut. Kali ini, terjadi aksi tuntutan tenaga honorer atas ‘hilangnya’ sekian jumlah rupiah dari upah yang seharusnya mereka terima per bulan, sejak Januari 2025 lalu.
Mewakili rekan-rekannya sejawat mereka yang merasa dirugikan atas kejadian tersebut, sejumlah tenaga honorer akhirnya mengadukan persoalan tersebut kepada wakil rakyat di parlemen, hingga digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Jum’at (31/2/2025) di Ruang Rapat Ambalat I Kantor DPRD Nunukan dengan menghadirkan Plt. Direktur RSUD Nunukan, Sabaruddin.
Dalam RDP yang dipimpin Sekretaris Komisi II DPRD Nunukan, Muhammad Mansyur, juru bicara tenaga honorer RSUD Nunukan, Charles menuturkan permasalahan yang merka hadapi. Bahwa sejak kebijakan Pemkab Nunukan menambah upah tenaga honorer sebesar Rp 500.000 per bulan terhitung sejak bulan Januari 2025 mereka ternyata tidak menerima nilai akumulasi dari upah sebelumnya dengan tambahan kenaikan yang disebut-sebut sebagai upaya Pemkab Nunukan memperhatikan kesejahteraan tenaga honorer yang ada di daerah ini.
Charles mencontohkan, kelompok tenaga honorer yang sebelumnya menerima upah sebesar Rp 1.300.000 per bulan, dengan adanya tambahan kenaikan sebesar Rp 500.000 mestinya sudah menerima sebesar Rp 1.800.000 namun realisasinya hanya menerima sebesar Rp 1.500.000.
“Contoh lainnya, tenaga honorer yang sebelumnya menerima upah sebesar Rp 1.250.000, yang kemudian terelisasi diterima hanya sebesar Rp 1.500.000,” kata charles yang menjelaskan antara satu sama lain satuan kerja di RSUD Nunukan memang menerima upah bulanan yang berbeda-beda, menyesuaikan bebah tugas pada masing-masing satuan kerja.
Juru bicara tenaga honorer lainnya, Muslimin mengatakan, sebenarnya sudah ada langkah persuasip sebelumnyaa dari beberapa tenaga honor yang mempertanyakan hal tersebut kepada unsur pimpinan atau manjemen RSUD Nunukan.
“Kami sebenarnya sudah mencoba menanyakan kepada manajemen untuk mendapat penjelasan terkait nilai upah yang diterima karena tidak sesuai dengan yang kami perkirakan,” terang Muslimin.
Bukannya mendapat penjelasan, menurut tenaga honorer yang bertugas sebagai driver mobil ambulan di RSUD Nunukan ini, mereka justru mendapat intimidasi-intimidasi yang cukup menyesakkan dada saat mendengarnya.
Masih seperti dikatakan Muslimin, sejatinya dia dan rekan-rekannya sudah mendapat kepastian dari Bagian Keuangan Pemkab Nunukan yang membenarkan besaran upah yang harus diterima sejak bulan Januari 2025 adalah akumulasi dari upah yang diterima sebelumnya ditambah sebesar Rp 500.000.
Karena dinilai cukup vokal atas permasalahan yang terjadi, menurut Muslimin dirinya pernah dihubungi secara pribadi oleh pihak manajeman dengan iming-iming secara diam-diam akan dibayar penuh upah yang mestinya dia terima agar tidak lagi mempersoalkan masalah tersebut dan informasinya tidak menyebar sampai keluar tembok gedung RSUD Nunukan.
Karena hanya mengakomodir dirinya sendiri, dan meninggalkan rekan-rekannya, dipastikan Muslimin tawaran tersebut dia tolak. Jika kemudian persolaan ini sampai ke meja RDP di Kantor DPRD Nunukan, Muslimin bersama rekan-rekannya mengku karena sudah merasa kebingungan mau kemana lagi mengdukan nasib mereka, para tenaga honorer akibat sikap unsur manajemen RSUD.
Memberikan klarifikasinya dalam kesempatan itu, Plt. Direkterur RSUD Nunukan, Sabaruddin memastikan tidak ada pemotongan atas upah honorer di RSUD Nunukan yang saat ini total jumlahnya mencapai sebanyak 500-an orang. Yang terjadi hanyalah perbedaan persepsi terkait nominal jumlah honor yang harus diterima setelah dilakukan penyesaian dengan Standar Satuah Harga (SSH) untuk kegitan yang menggunakan APBD.
Menurut Sabaruddin, sebelumnya, upah tenaga honorer di RSUD Nunukan bersumber dari anggaran BLUD yang standarnya memang diatas nilai standar belanja menggunakan dana APBD. Namun memasuki tahun 2025 pembayarnnya beralih menggunakan anggaran bersumber dari APBD.
“Artinya, nilai honor yang diterima harus mengacu pada SSH anggaran APBD yang nilinya lebih rendah. Lalu ditambahkan dengan tambahan kenaikan honor sebesar Rp 500.000 per bulan oleh Pemkab Nunukan.
Dalam momentum tersebut, pimpinan rapat, Muhammad Mansyur sempat menegur Plt. Direktur RSUD Nunukan agar bicara secara terbuka dan jujur, setelah beberapa kali sempat mengatakan tidak bisa sepenuhnya berterus terang menjelaskan persoalan yang terjadi dengan dalih kegiatan RDP tersebut diliput oleh media.
“Bicara jujur dan transparan saja. Agar dapat diketahui secara pasti apa permasalah yang terjadi lalu dicarikan solusi sebagai jalan keluaarnya. Kalau banyak yang ditutup tutupi, kan susah jadinya,” ujar Muhammad Mansyur.
Karena masih ada kesimpang siuran informasi sehingga belum beroleh titik terang pada persoalan ini, Muhammad Mansyur meminta dilakukan pertemuan ulang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk dari Bagian Keuangan Pemkab Nunukan. (ADHE/DIKSIPRO)