HukumNunukan

Datu Kuning Akhirnya Bersuara

Soal Sengketa Lahan 17 Ribu Ha Dengan PT. NJL

NUNUKAN – Sempat menahan diri untuk tidak berkomentar guna menghindari polemik terkait sengketa lahan seluas 17 ribu hektar lebih yang berada di kawasan Kecamatan Sebuku dan Kecamatan Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan, warga bernama Amiruddin yang mengklaim sebagai pemilik lahan merasa perlu memberikan penjelasannya.

Penjelasan perlu diberikan, menurut pria yang pada silsilah Kesultanan Tidung Bulungan bergelar Datuk Kuning ini, karena adanya pernyataan-pernyataan dari pihak Lembaga Adat Dayak Tidung (LADT) Kecamatan Sei. Menggaris yang dirasa terus menyudutkan Koperasi Tani Bena’an Kesultanan Tidung Bulungan. Mulai dari soal penamaan koperasi hingga kelompok tani yang dibentuk dan menggarap usaha pertanian di atas lahan yang berada di bawah kekuasaannya tersebut.

“Beberapa pernyataan yang diungkapkan oleh Ketua LADT Kecamatan Sei. Menggaris tidak sesuai dengan data dan fakta yang sebenarnya. Lebih sebagai bentuk keberpihakan kepada perusahaan (PT. Nunukan Jaya Lestari) dengan dasar yang lemah,” ujar Amiruddin.

Soal penguasaan lahan seluas lebih daari 17 ribu hektar itu, menurut Amiruddin, sah merupakan miliknya sebagai ahli waris dari Abdurahman yang bergelar Datu Renik. Sedangkan Datu Renik menguasai lahan dimaksud sejak tahun 1941 atas pemberian kakeknya bernama Mohammad Djalaludin yang saat itu merupakan Kepala Daerah Istimewa Bulungan di Tanjung Palas. Dokumen sah penyerahan lahan dari Mohammad Djalaluddin kepada Datu Renik dibuat pada tahun 1957 dengan mencantumkan nama dan tandatangan saksi atau yang mengetahui, Hasanuddin yang saat itu menjabat sebagai Asisten  Wedana Tanjung Palas.

Amiruddin membenarkan, jika kemudian pada tahun 2003 PT. NJL berdasar SK Bupati Nunukan mendapat Ijin Usaha Perkebunan (IUP) Nomor 207 di atas sebagian  lahan tersebut. Dengan catatan, pihak perusahaan harus menyelesaikan kewajiban kompensasinya kepada pemilik lahan. Selambat-lambatnya tiga tahun terhitung sejak IUP diperoleh.

“Tapi faktanya, PT. NJL sampai sekarang tidak pernah memenuhi ketentuan kewajibannya tersebut. Dan saya memiliki dokumen-dokumen pendukung yang menegaskan bahwa perusahaan tersebut sudah tidak lagi berhak mengelola lahan tersebut sebagai lahan perkebunan sawit mereka,” tegas Amiruddin.

Soal penamaan Koperasi Tani Bena’an Kesultanan Tidung Bulungan, lanjut Amiruddin, lebih kepada bentuk penghargaan atau penghormatan kepada Kesultanan Bulungan selaku cikal bakal dari lahan yang sudah menjadi miliknya tersebut.

Bahwa kemudian ada kelompok yang merasa tersinggung karena merasa menjadi korban dari penamaan koperasi itu, Amiruddin melihatnya tidak lebih dari sebuah playing victim yang berpotensi menjadi provokasi di tengah masyarakat.

“Kalau PT. NJL merasa benar bahwa panen buah sawit oleh kelompok tani yang dibentuk koperasi dilakukan pada perkebunan yang diyakini berada di atas lahan yang dikuasai, kenapa tidak lapor saja kepada pihak berwajib. Kok yang dilakukan malah membenturkan antara masyarakat. Ini sangat berbahaya,” tegas Amiruddin.

Dia juga membantah munculnya pernyataan terkait adanya anggota kelompok tani yang telah diamankan oleh pihak berwajib atas tuduhan melakukan penjarahan buah sawit di lahan Perkebunan yang dikelola PT. NJL.. Pernyataan itu dipastikannya tidak benar.

Jika saat ini kelompok tani bentukan koperasi menghetikan aktifitas panen buah sawit yang sebelumnya sudah pernah dilakukan, dipastikan Amiruddin bukan karena ada intervensi dari siapapun atau pihak manapun. Tapi lebih pada kesadaran untuk terlebih dahulu menyelesaikan persoalan lahan yang disengketakan hingga tuntas.

Penjelasaannya ini, masih seperti dikatakan Amiruddin juga dimaksudkan untuk menghindarkan timbul dan berkembangnya asumsi negatif akibat pernyataan-pernyataan sepihak dari kelompok tertentu yang justru menyesatkan dan menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar

Related Articles

Back to top button