
NUNUKAN – Ketua Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA BENUANTA) Kaltara, Fanny Sumajouw sambangi anak korban pelecehan seksual di RSUD Nunukan, Senin (23/05/2022).
Psikolog asal Kota Tarakan itu menduga kuat kasus yang menimpa Ganteng -korban yang namanya disamarkan- adanya kesalahan dalam pola asuh orang tua.
“Ada indikasi pembiaran. Karena pelaku yang dianggap sebagai ibu angkat anaknya, tidak dikenal secara baik oleh keluarga korban,” kata Fanny.
Menurutnya, depresi berat yang dialami korban tidak serta merta terjadi begitu saja. Traumatik yang terjadi, lantaran ada rentetan peristiwa yang cukup panjang, berlangsung dalam kurun waktu lebih kurang tiga bulan terakhir. Sejak pelaku dan korban saling kenal.
Dari penjelasan Fanny, respon yang diberikan korban terhadap orang lain yang datang mengunjunginya, berbeda dengan respon yang ditunjukkan kepada ibunya sendiri. Kepada ibunya dia tidak pernah berlaku kasar.
Namun kepada yang lain, jika mulai hilang kesadaran, dia bahkan sampai ingin memukul paman dan kakak sepupunya yang menjaganya selama berada dalam perawatan di Rumah Sakit.
Fanny menjelaskan, di dalam memory manusia ada yang disebut LTM (Long Term Memory) dan STM (Short Term Memory). Jika terhadap keluarga inti, terutama orang tua, seberapa lama pun terpisah, pasti masih akan tetap diingat. Dalam kondisi seperti ini, ingatan serta ikatan emosional terhadap ibunya masih sangat kuat.
Dalam psikologi, kata dia, ada istilah LDR (Lekat, Dekat, Rekat). Perlu dilihat, apakah korban cukup lekat dan rekat dengan keluarganya. Atau mungkin sebatas cukup dekat tapi tidak lekat dan rekat. Karena anaknya sekolah di Nunukan sedangkan orangtuanya di Malaysia.
Apakah pada tempat yang berbeda tersebut terjalin komunikasi yang cukup intens atau tidak?. Apakah orangtuanya menyempatkan waktu untuk mengetahui situasi dan perkembangan anaknya? Apalagi jika mengetahui anaknya dijaga oleh orang lain, perempuan yang tidak dikenal secara baik oleh keluarga.
Fanny mengaku sempat menemui pelaku (SR) dalam pengamanan di Polsekta Nunukan. Keterangan tersangka, dirinya memang sempat berkomunikasi dengan ibu korban, sebatas meminta izin untuk menjadikan Ganteng sebagai anak angkat.
“Begitu percayanya orang tua korban terhadap pelaku, kiriman uang bulanan untuk kebutuhan Ganteng ditransfer melalui nomor rekening SR,” terang Fanny.
Berdasar informasi yang berhasil diperoleh, menurut Fanny selama ini Ganteng memproyeksikan SR sebagaimana ibunya. Namun sebaliknya, SR menganggap dan memperlakukan Ganteng layaknya seorang kekasih.
SR bahkan berharap suatu saat Ganteng bisa menjadi belahan jiwanya. Saat menuturkan cerita ini, perempuan yang sebelumnya sudah pernah dua kali bersuami itu sambil menangis. Dia mengaku tidak bisa hidup tanpa Ganteng.
Selain mengatakan hal tersebut irasional, Fanny juga melihat korban yang disebut-sebut sensitif dengan warna kuning lantaran memiliki ingatan buruk terhadap sesuatu yang punya unsur warna kuning.
“Coba lihat postingan video tersangka di tik-tok, mereka berdua berada di sebuah kamar yang penuh dengan warna serba kuning. Gorden cenderung berwarna kuning, tembok kamar yang menjadi tempat dia mengalami kekerasan seksual juga berwarna kuning,” jelas Fanny.
Psikolog ini mengatakan, ibu korban memiliki peran sangat besar untuk proses kesembuhan anaknya tersebut. Selain itu, motivasi dari dalam diri sendiri korban juga dibutuhkan untuk kesembuhannya. (INNA/DIKSIPRO)