Kerap berpetualang dan bertugas di seputaran Pulau Jawa, ini kali pertama Yudi mengenyam tugas di ujung Pulau Kalimantan, atau lebih tepatnya di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Bagaimana perjalanan karir dan kisahnya hingga bertugas di Nunukan? Berikut secuil mozaiknya!
DIANSYAH/diksipro.com
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nunukan ini lahir dengan nama lengkap Yudi Prihastoro di Jambi pada, 26 September 1969 silam dari pasangan orangtua hebat. Dimana ayah bernama Sardjono sementara ibu bernama Suwarti.
Yudi merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, dimana enam saudaranya itu kini sepenuhnya merupakan abdi negara dibidang hukum, Jenjang pendidikan Yudi Prihastoro sejak Sekolah Dasar (SD) hingga Sarjana, dia (Yudi, Red.) habiskan di tanah kelahiran Kota Jambi. Sebelum akhirnya menempuh pendidikan di Universitas Negeri Jambi (Unja) Jurusan Hukum Perdata, Yudi sempat setahun berkuliah di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta jurusan Akuntansi.
Namun, karena persoalan saat itu, Yudi memutuskan menunggu setahun kemudian guna kembali mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri. Setelah sebelumnya gagal masuk tes PTN di Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.
Setahun kemudian, ia pun lolos masuk di PTN Unja dengan jurusan hukum Jalur BBMPTN. Saat itu ia tak berpikir apakah jurusan yang ia ambil akan membawanya pada profesinya saat ini. Atas masukan dan saran orang tua, ia pun kemudian mengambil hukum perdata.
Benar saja, setelah lulus pada tahun 1994. Dia kemudian hijrah dari Jambi menuju kota dengan segudang kompleksifitas yakni DKI Jakarta.
Disana Yudi, beberapa kali mengikuti sejumlah tes masuk baik di Polri, Badan Pertanahan Nasional (Departemen Dalam Negeri) bahkan seakan ingin mengikuti jejak sang ayah sebagai seorang pegawai bank. Ia pun mencoba peruntungan di Bank BNI. Namun, meski beberapa kali mendaftar ternyata ia tak pernah lolos.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, bergelar sebagai sarjana hukum saat itu ternyata dirinya mendapat peluang besar untuk bergabung di tubuh Kejaksaan Agung saat itu.
“Saya kemudian tes di kejaksaan. Dulu ada kebijakan dari Kejagung untuk menerima khusus lulusan-lulusan universitas negeri. Terbukalah peluang itu, karena saya dari PTN negeri, lulus lah saya pada saat itu bersama lima orang lainnya dari Universitas Negeri Jambi,” ujar Yudi mengingat proses saat itu, sembari menikmati secangkir kopi hitam diruang kerjanya saat ini di Kejaksan Negeri Nunukan.
Setelah lulus, ia pun kemudian menjalani pendidikan sebagai seorang jaksa (PPJ) selama 6 bulan sejak 1999. Awal Januari 2000, ia pun lulus pendidikan dan langsung ditempatkan di Kejaksaan Negeri Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
Setahun menjalani tugas, Yudi kemudian berpindah menjadi Kasubsi Pengamanan, Ekonomi dan Moneter di Kasi Intel Kejaksaan Negeri Jambi selama enam bulan.
Sebelum akhirnya kembali di pindah ke Kota Surabaya, sebagai Kasubsi Eksekusi dan Eksaminasi di Pidana Umum Kejaksaan Negeri Surabaya tahun 2001 dengan pangkat Ajun Jaksa Pangkat IIIb.
Sebagai jaksa baru, Yudi kemudian dihadapkan dengan perkara-perkara besar dan kompleks. Sehingga pihaknya dituntut kerja ekstra. Dimana dalam sebulan saja, Kejari Surabaya bisa mendapatkan kasus sebanyak 300 perkara.
Dengan waktu penugasan dua tahun tiga bulan, Dirinya mengaku pernah ditunjuk untuk mengeksekusi hukuman mati terhadap pidana mati atas nama Sugeng dan Sumiasih terkait kasus pembunuhan satu keluarga saat itu.
Ia sedikit berkisah tentang bagaimana dia melakukan persiapan untuk melakukan eksekusi, ternyata si terpidana ini melakukan upaya hukum dengan Peninjauan Kembali (PK) perkara pidana yang ia jalani. Dengan alasan terpidana tidak pernah mengajukan PK, karena ia beralibi jika yang mengajukan sebelumnya adalah pengacaranya.
“Kita kan tidak bisa menolak PK, dahulu itu PK bisa berkali-kali, kalau sekarang ketentuan PK hanya bisa satu kali saja ke Mahkamah Agung. Karena PK diteruskan, saya batal melakukan eksekusi,” kisahnya saat baru bertugas itu.
Pada 2003 kemudian, suami dari Manisih, SH ini kembali dimutasi pasca menyelesaikan magister hukum bisnis dengan tesis pertanggungjawaban koorporasi dalam tindak pidana korupsi di Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya.
Ia dimutasi lagi dan mendapat promosi sebagai Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Muara Bulian di Muara Tembesi dengan kewenangan kurang lebih seperti kajari, hanya saja jabatannya di bawah naungan kajari. Disitu dirinya bertugas selama dua tahun lamanya dengan membawahi lima kecamatan dan polsek.
Usai melaksanakan tugas di Muara Berlian, ayah dari drg. Yuana Dianis Eka Putri dan Dimas Dwi Putra ini kemudian dimutasi lagi, menjadi Kasi Intelijen pada Kejaksaan Negeri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada 2005 silam.
Disana ia bertugas selama satu tahun enam bulan, banyak tugas-tugas penting yang terselesaikan. Terutama menyidik tindak pidana korupsi pengadaan meubeler gedung baru Pemkab Bekasi, kemudian pengadaan Mobil derek di Dinas Perhubungan Bekasi, Ruslah Rumah Potong Hewan, dan Kasus-kasus Korupsi lainnya.
Yang paling berkesan bagi dirinya saat menjadi ketua Panwas pada Pilkada Bekasi saat itu, dimana dalam Panwas beranggotakan Kejaksaaan, Kepolisian, Wartawan, LSM dan Akademisi.
“Alhamdulillah saat itu sukses menyelenggarakan Pilkada dengan enam pasangan,” ujarnya.
Setelah itu dirinya kembali dipindahkan menjadi Pemeriksa Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jambi. Saat menjadi pemeriksa, Yudi mengaku banyak tahu dan belajar terkait aturan-aturan dan hal-hal Internal Kejaksaan.
Jabatan itu ia jalani selama dua tahun. Selanjutnya dia kembali pindah menjadi Kasi Pidum di Kejaksaan Negeri Purwakarta. Di Purwakarta, hal paling berkesan yakni ketika menyidangkan kasus Laka Lantas dengan terdakwa Saiful Jamil yang sempat heboh dan viral kala itu. Dan itu adalah perkara pertama kali UU Lalu Lintas yang mana, pelakunya adalah juga sebagai korban dan keluarga sendiri. Karena dalam kasus itu istri saiful jamil merenggang nyawa.
“Itu UU pertama kali disidangkan, dan saat itu belum ada daerah yang melakukan penyidikan terhadap UU tersebut. Kemudian saya juga menangani UU baru tentang penyalahgunaan lambang negara, bendera negara dan simbol negara dan saya orang pertama yang menyidangkan perkara itu,” jelasnya.
Terkait kasus penyalahgunaan lambang negara, Yudi sedikit menceritakan kronologinya, saat itu kelompok serikat pekerja dan buruh ingin membentuk pengurus untuk menaungi sejumlah organisasi serikat pekerja. Mereka kemudian membentuk panitia dan ternyata mereka menggunakan lambang negara sebagai logo dan lambang organisasi tersebut.
Kasus itu kemudian ditangani oleh pihak kepolisian, hingga akhirnya diproses ke Penuntutan di PN. Kesannya dimana?, diakui Yudi saat para pekerja melakukan aksi demonstrasi besar-besaran.
Tapi dengan komunikasi yang baik dan pemahaman edukasi kepada masyarakat bahwa simbol, lambang dan bendera negara tidak bisa disalahgunakan sembarangan.
Tiga tahun di Purwarkata, dirinya untuk kesekian kali kembali dimutasi sebagai Pemeriksa Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat selama tiga tahun. Dari Jabar, ia lalu dimutasi lagi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sebagai Kasi III membidangi Produksi Sarana Intelijen.
Pada saat itu dirinya juga mendapat tugas berat saat ditunjuk sebagai tim eksekusi terhadap terpidana mati Tran Thi Bich Hanh alias Asien Warga Negara Asing (WNA) asal Vietnam atas kasus heroin seberat 12 kilogram yang tertangkap di Bandara Adi Sumarno, Solo.
Dirinya pun melakukan persiapan sebaik mungkin, kasus pertama yang akan ia hadapi sebagai tim eksekusi mati, diantaranya menyiapkan regu tembak dan persiapan-persiapan lainnya hingga eksekusi mati berlangsung.
Sehari sebelum eksekusi itu, ia berkisah, tidak bisa tidur seharian. Selain faktor perjalanan dari Semarang ke Boyolali, karena terpidana ini masuk wilayah hukum Kabupaten Boyolali, sehingga seluruhnya harus benar-benar clear baik secara administrasi dan lokasi eksekusi mati.
“Pokoknya panjanglah kalau ini mau diceritakan, bagaimana saya harus mempersiapkan pelaksanaan sampai pemakaman terpidana dan lain sebagainya,” singkatnya.
Setahun kemudian, Yudi kembali mendapatkan kepercayaan sebagai Kasi Datun pada Kejaksaan Negeri Kota Bandung. Disana saya ia banyak berinteraksi dan membantu dalam pemabangunan-pembangunan hebat yang dilakukan oleh walikotanya saat itu, Ridwan Kamil. RK, sapaan akrab Ridwan Kamil, lanjut Yudi memang luar biasa dari segi komunikasi dan ide-ide dalam hal membangun Kota Bandung.
Di bandung Yudi cukup lama bertugas yakni dua tahun enam bulan. Setelah itu dirinya kembali dimutasi menjadi Kasi Pertimbangan Hukum Kejati DKI Jakarta.
Disana dia hanya sebulan menjabat, setelah itu kembali mendapat promosi menjadi Eselon IIIb Koordinator di Kejaksaan Tinggi Bali selama satu tahun enam bulan. Selama bertugas di Bali, Yudi merasakan kesan yang berbeda.
Karena menurutnya, Bali yang terkenal sebagai dunianya bagi para wisatawan, tentu akan berbondong-bondong kesana. Jadi ia mengibaratkan jika penugasannya di Bali, kerja sambil liburan.
Setelah dari Bali, kembali Yudi mendapat tugas, kini untuk pertama kalinya ia harus keluar dari Pulau Jawa dan sekitarnya. Penempatan yang tak tanggung-tanggung, ia menerima jabatan promosi sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan sejak 8 Juni 2020 lalu.
Ada hal menarik yang disampaikan Kajari Nunukan ini saat pertama kali mendapat SK penugasan sebagai Kepala Kejari Nunukan. Ia bertanya-tanya Nunukan itu daerah mana? Bahkan dirinya mencari tahu dari sebagian eks Kepala Kajari Nunukan dan bertanya-tanya tentang gambaran tentang Nunukan.
Apesnya lagi, saat akan memulai tugas di Nunukan, Yudi sempat down, lantaran tidak adanya penerbangan dari Kota Balikpapan menuju Bandar Udara Internasional Juwata, Tarakan akibat kebijakan Lockdown oleh Pemkot Tarakan.
Teman sejawat di Kejaksaan pun sempat memberikan tawaran untuk melakukan perjalanan darat dari Balikpapan menuju Sei Ular, Sei Menggaris – Nunukan. Namun ternyata, beberapa hari kemudian ada penerbangan menuju Tarakan.
Perjalanan darat tak jadi dilakukan, setibanya di Tarakan, perjalanannya kembali mendapat persoalan. Akibat belum dibukanya penyebarangan transportasi laut saat itu. Akhirnya Yudi bersama beberapa staf Kejari Nunukan memilih menggunakan speedboat barang yang sudah tentu tidak menggunakan fasilitas AC dan harus menyebrangi lautan bersama tumpukan barang yang akan dikirim ke Nunukan.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, Kajari Nunukan ini akhirnya menginjakkan kaki pertama kali di utara Pulau Kalimantan. Beberapa hari kemudian, bersama sejumlah staf Yudi melakukan silahturahmi kepada Forkopimda.
Kesan pertama yang diterima Yudi adalah bahwa masyarakat di Nunukan adalah tipikal masyarakat yang heterogen, dimana ada keinginan besar masyarakat terhadap pembaharuan dan inovasi-inovasi kemajuan dan tidak mudah terlibat konflik.
Diakui Yudi, perkara narkoba memang cukup mendominasi setiap perkara yang diajukan kepada Kejaksaan Negeri Nunukan. dan ini memang menjadi pekerjaan rumah juga bagi Kejaksaan dalam hal menurunkan angka kasus penyalahgunaan narkoba.
Sehingga dalam setiap pengambilan keputusan perkara atau tuntutan, Kejari Nunukan benar-benar selektif dalam hal memberikan efek jera bagi setiap tersangka maupun terdakwa.
Ia berharap selama bertugas di Nunukan, akan ada inovasi dan pembaharuan baik di tubuh internal Kejari maupun dalam hal pengawasan pembangunan-pembangunan oleh Pemkab Nunukan.
Dia menganggap, bawa kejaksaan jangan dijadikan momok dalam hal pembangunan, melainkan dijadikan mitra sehingga pembangunan dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran. (*)