SEBATIK – Pulau Sebatik, yang terbagi dua antara wilayah Indonesia dan Malaysia, kembali menjadi pusat perhatian terkait persoalan sensitif kewarganegaraan ganda yang dihadapi oleh sebagian warganya. Isu ini merupakan cerminan dari dilema yang kompleks, di mana status ganda dipandang sebagai solusi ekonomis bagi warga perbatasan namun di sisi lain berpotensi mengikis identitas nasional dan mengancam kedaulatan negara.
Bagi mayoritas penduduk Sebatik, memegang identitas ganda lebih dari sekadar pilihan, melainkan sebuah strategi vital untuk bertahan hidup. Alasan utama adalah akses yang jauh lebih mudah terhadap pekerjaan dan peluang bisnis di Malaysia, yang menawarkan upah lebih tinggi serta stabilitas ekonomi yang dianggap lebih menjanjikan.
Situasi ini diperparah oleh kesulitan yang kerap dialami warga dalam memperoleh kebutuhan pokok di sisi Indonesia.
Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Mulyono, mengakui realitas ini saat berbicara dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nunukan yang diselenggarakan di BPU Sungai Nyamuk, Sebatik Timur.
“Jangan heran kalau banyak warga diam-diam memilih identitas Malaysia demi kelangsungan hidup. Sulit menyalahkan mereka, karena di sini memang tak ada pilihan lain,” tegasnya.
Andi Mulyono menyoroti bahwa pembuktian kasus kewarganegaraan ganda seringkali sangat sulit dilakukan. Kesulitan ini disebabkan oleh keterbatasan dalam sinkronisasi data antara otoritas Indonesia dan Malaysia.
Ia lantas berbagi pengalaman pribadi yang memperlihatkan kerumitan masalah ini, menceritakan pertemuannya dengan seorang kenalan dari suku Bugis di Tawau, Malaysia.
Kenalan tersebut, kata Mulyono, meminta bantuan untuk dibuatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia.
Alasan di balik permintaan tersebut sangat pragmatis: “Kalau ada masalah di Tawau bisa lari ke Indonesia, dan sebaliknya,” ujar Mulyono, mengutip pernyataan kenalannya itu.
Kisah yang lebih personal melibatkan adik kandungnya sendiri, Andi Mulyama, yang lahir di Tawau dan bahkan sempat memiliki identitas Malaysia, lengkap dengan jatah tanah dari pemerintah setempat.
Meskipun demikian, adiknya memilih untuk tetap mempertahankan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), meski harus menanggung risiko dan konsekuensi jika identitas gandanya di kemudian hari terungkap.
Menanggapi permasalahan data kependudukan, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan, Agustinus Palantek, menegaskan bahwa penentuan status kewarganegaraan resmi hanya berlandaskan pada KTP dan Kartu Keluarga (KK) yang memuat Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Soal siapa punya IC (identitas Malaysia) selain KTP Indonesia, kami tidak punya data itu. Kami hanya memproses permohonan sesuai berkas pengajuan dari masyarakat,’ ungkapnya secara terbuka di forum itu.
Ia juga mengakui bahwa proses penerbitan dokumen kependudukan sangat bergantung pada kelengkapan berkas pengantar dari aparat di tingkat RT, desa, lurah, dan camat.
“Jika berkas lengkap, wajib kami proses. Kami tidak turun lapangan untuk cek apakah orang tersebut punya IC atau tidak,” tegas Agustinus, menyoroti batas kewenangan Disdukcapil dalam verifikasi di lapangan.
Sementara itu, dari sisi penegakan hukum keimigrasian, Kasubsi Lalu Lintas Keimigrasian Kantor Imigrasi Nunukan, Zulfan Adrian Pratama, menekankan bahwa Indonesia melarang tegas praktik kewarganegaraan ganda. Ia menjelaskan bahwa status ini diputuskan oleh Kementerian Hukum, meski struktur kementerian mengalami perubahan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo yang baru.
“Jika seseorang terbukti punya dua kewarganegaraan, salah satunya harus gugur. Kalau dia WNA, maka Imigrasi wajib mendeportasi. Tapi kalau dia WNI, ya tidak ada masalah,” ungkapnya menerangkan.
Adrian menambahkan bahwa prosedur verifikasi Imigrasi dilakukan dengan sangat teliti, termasuk meminta konfirmasi langsung ke Konsulat Malaysia.
“Imigrasi Nunukan bahkan pernah menangani kasus besar terkait dugaan kewarganegaraan ganda calon bupati di Kalimantan Utara (Kaltara) pada masa pandemi, sebuah kasus yang menunjukkan komitmen Imigrasi dalam menjaga integritas kedaulatan negara,” pungkasnya. (WIRA/DPRO)