NUNUKAN – Pertemuan aliran Sungai Agison dan Sibuda dari Sungai Kuamut di Malaysia dan Sungai Apan, dan Tampilon yang membentuk Sungai Tulid menjadi sumber utama ancaman banjir kiriman dan berpotensi merendam pemukiman warga di Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan.
Warga lima desa di Tulin Onsoi terdampak banjir meliputi Kalunsayan, Tembalang, Salang, Tinampak Satu dan Tinampak Dua baru melakukan persiapan untuk kemungkinan mengungsi ke dataran lebih tinggi, usai diterjang banjir pagi tadi (7/7/2025) sekira Pk 9.00 Wita.
Ketinggian air pada kejadian ini mencapai bahu orang dewasa. Warga kesulitan menyelamatkan barang berharga karena banjir datang tanpa peringatan dini. Anak-anak, orang lanjut usia, dan ibu hamil menjadi kelompok paling rentan.
“Kami sangat khawatir karena cuaca sekarang mendung, bisa saja air naik lagi malam ini. Sumbernya dari Sungai Kuamut di Malaysia. Sudah sering terjadi, dan tiap kali datang, warga tidak sempat bersiap,” ujar Siprianus Sati, Wakil Ketua Adat Besar Dayak Agabag Tulin Onsoi.
Saat ini belum tersedia alat ukur debit air, dan masyarakat masih bergantung pada intuisi dan pengalaman sebelumnya untuk menentukan langkah evakuasi. Minimnya sistem peringatan dini memperbesar risiko korban jiwa dan kerugian material.
Sati, sapaan akrabnya, menerangkan bahwa masyarakat membutuhkan perahu karet, jalur evakuasi darurat, dan dukungan logistik untuk mengantisipasi kemungkinan banjir lanjutan. Ia meminta perhatian serius dari pemerintah daerah dan pusat untuk memberikan solusi jangka panjang.
Pemukiman warga yang berada di bantaran sungai memperbesar potensi bahaya saat luapan terjadi. Penataan kawasan hunian menjadi salah satu rekomendasi yang didorong oleh tokoh adat untuk meminimalisir risiko di masa depan.
Koordinasi lintas batas dinilai penting, karena banjir kiriman berasal dari wilayah Malaysia. Pemerintah Indonesia diharapkan dapat membuka dialog dan kerja sama mitigasi bencana lintas negara demi keamanan warga perbatasan.
Kecamatan Tulin Onsoi merupakan wilayah strategis dan rawan bencana alam tahunan. Warga berharap agar fenomena banjir kiriman tidak lagi dianggap sebagai kejadian rutin, melainkan sebagai isu kemanusiaan yang membutuhkan penanganan serius dan sistematis. (WIRA/DPro)