NUNUKAN – Sidang lanjutan kasus dugaan pencurian buah sawit milik PT Karangjoang Hijau Lestari (KHL) Kamis (6/5) diwarnai aksi protes dari sekelompok masyarakat. Kelompok pelaku aksi menuntut proses hukum terhadap para tersangka segera dihentikan dan membebaskannya dari segala tuntutan hukum.
Dalam orasi yang disampaikan saat berada di halaman gedung PN Nunukan, kelompok masyarakat ini menilai penahanan serta proses pengadilan terhadap keempat warga mereka adalah bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat dan mereka menolaknya.
“Bebaskan rekan kami. Kami hanya mencari makan di tanah sendiri. Kenapa harus ditangkap dan diadili,” kata salah seorang wakil kelompok massa. Namun berkat pengawalan ketat dari pihak berwajib, proses persidangan yang digelar secara virtual itu tetap berlanjut tanpa hambatan.
Diketahui dalam menggelar protes yang mereka sebut sebagai aksi solidaritas terhadap warga mereka yang sementara ini ditahan oleh pihak berwajib diawali dengan melakukan long march dari Alun-alun kota menuju gedung Pengadilan Negeri Nunukan yang jaraknya cukup jauh, di Jl. Ujang Dewa Kelurahan Nunukan Selatan.
“Jika aksi dan tuntutan kami diabaikan, berikutnya kami akan kembali mengggelar lagi aksi serupa denga menurunkan jumlah massa yang lebih banyak lagi,” begitu kata Jerry, Sekjen Dewan Adat Propinsi Dayak Okolod mewakili rekan-rekannya.
Suasana aksi yang sempat memanas berhasil diredakan oleh beberapa anggota DPRD Nunukan yang terlihat membaur bersama warga. Masing-masing mereka adalah Gat Khaleb dan Lewi S.Sos serta rekannya Tri Wahyuni.
Sebelum memulai orasinya di depan PN Nunukan, kelompok masyarakat ini terlebih dahulu menggelar ritual adat guna mendapatkan semacam perlindungan dari para leluhur dalam melakukan aksi mereka. Hujan lebat yang kemudian mengguyur kota Nunukan saat peristiwa ini berlangsung juga tidak memudarkan semangat para pelaku aksi menyampaikan tuntutan mereka.
“Saya bersama rekan-rekan anggota DPRD lainnya sebagai sesama kelompok masyarakat adat tidak akan tinggal diam dan terus mengawal perjuangan masyarakat dalam menyikapi kasus ini,” kata Gat Khaleb melalui alat pengeras suara.
Gat Khaleb berharap masih ada peluang yang diberikan oleh aparat penegak hukum maupun pihak perusahaan kepada masyarakat untuk melakukan komunikasi guna mendapatkan hasil terbaik guna penyelesaian kasus ini tanpa melalui jalur hukum.
“Sementara komunikasi nanti berlangsung kami harapkan dapat dilakukan penangguhan penanganan terhadap warga kami yang sementara ini diamankan pihak berwajib,” kata Gat Khaleb lagi.
Pasca sidang digelar, kepada media ini Gat Khaleb sempat mengungkapkan kekecewaanya terhadap jawaban Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pendapat JPU dinilai Gat tidak tepat karena hingga saat ini tidak ada satupun tanah adat yang bersertifikat.
“Kalau JPU mengatakan tanah adat harus bersertifikat. Tunjukkan kepada kami dimana ada tanah adat yang bersertifikat di Indonesia ini. Tidak ada, sehingga kami menyayangkan jawaban itu,” ujar Gat.
Menurut Gat, kasus ini sejatinya bermula saat sejumlah masyarakat yang kini dijadikan terdakwa tidak mendapatkan hak ganti rugi oleh perusahaan. Padahal, sejumlah masyarakat lainnya telah menerima ganti rugi lahan.
“Karena mereka tidak menerima ganti rugi itulah, makanya mereka mengambil hasil buah itu. Jadi tidak benar kalau mencuri, dan ini yang kita sayangkan,” pungkas Gat. (DIA/DIKSIPRO)