NUNUKAN – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Ambalat, Gedung DPRD Nunukan pada Senin (27/2/2023) lalu, indikasi ketidak seriusan PT. Sebaung Inti Plantation (SIP) mengerjakan lahan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan disebutkan oleh anggota DPRD Nunukan, Amrin Sitanggang.
Alasannya, dari 1420 hektar lahan plasma dari HGU perusahaan yang ada di Desa Pembeliangan, baru seluas 200 hektar di antaranya yang dikerjakan oleh PT. SIP. Padahal perusahaan tersebut sudah beroperasi sejak tahun 2013.
“Bagaimana mau dikatakan serius kalau sudah beroperasi selama sepuluh tahun baru 200 hektar lahan plasma yang digarap. Tapi malah meminta rekomendasi untuk menambah luasan lahan HGU baru,” kata Amrin Sitanggang pada saat itu.
Selain tidak serius menggarap lahan plasma untuk masyarakat, masih seperti dikatakan oleh politisi yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) III di Kabupaten Nunukan, PT. SIP juga dinilai curang lantaran mencari makan di wilayah Kabupaten Nunukan namun tidak memiliki kantor perwakilan di daerah ini.
“Cari hidupnya di Kabupaten Nunukan tapi kantornya di Kota Tarakan. Ini kan mempersulit kita jika ingin berurusan. Perlu biaya lagi untuk ke Kota Tarakan. Yang benar sajalah komitmennya,” ujar Amrin.
Memberikan alasan sehingga PT. SIP belum mengerjakan lagi lahan plasma untuk masyarakat dimaksud, perwakilan perusahaan yang hadir dalam RDP di Kantor DPRD Nunukan saat itu, Yasri Oyong, mengatakan bahwa pihaknya sekitar satu tahun lalu sudah menyusun rencana membuka lahan baru agar bisa sekaligus membukan lahan plasma untuk masyarakat.
Permintaan tambahan lahan baru dimaksud setelah di antara lahan HGU yang diizinkan untuk digarap PT. SIP sebelumnya teridentifikasi sebagai lahan gambut. Oyong membenarkan lebih kurang 900 hektar lahan plasma untuk masyarakat memang belum mereka buka.
“Namun untuk membuka lahan plasma tersebut, kami harus membuka kebun inti sebagai akses menuju lahan plasma untuk masyarakat yang akan dibuka karena akses untuk menuju ke lahan plasma tersebut berada di atas lahan inti,” terang Oyong.
Bahwa ada lahan perusahaan yang terindentifikasi merupakan lahan gambut, dikatakan Yasri Oyong berdasar audit lingkungan oleh sebuah tim yang berpedoman pada peta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyatakan lahan dimaksud memang merupakan lahan gambut sehingga rancangan pembukaan lahan inti yang diinginkan tertunda.
“Namun lahan plasma yang diperuntukan kepada masyarakat, kami berjanji untuk tetap mengerjakannya. Mengingat keberadaan lahan tersebut sudah jelas posisinya dan sudah disertipikatkan atas nama masyarakat,” kata Oyong.
Namun alasan pihak perusahaan tersebut mendapat bantahan dari salah seorang tokoh masyarakat Kecamatan Sebuku yang juga hadir pada RDP yang berlangsung di DPRD Nunukan saat itu, Tahir.
Menurut Tahir, indikasi lahan gambut pada Sebagian HGU yang dimiliki PT. SIP hanya dalih untuk meminta rekomendasi penambahan pembukaan lahan baru untuk kepentingan lainnya.
“Pihak pemerintah, dalam hal ini Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mestinya turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi sebenarnya. Jangan ikut salah menafsirkan larangan Presiden menggarap lahan gambut,” kata Tahir.
Salah menafsirkan instruksi Presiden itu, lanjutnya, yang dimaksudkan adalah lahan gambut yang belum dibuka. Bukan lahan gambut yang sudah dibuka tapi malah tidak digarap kelanjutan pekerjaannya. (ADHE/DIKSIPRO)