NUNUKAN – Penangkapan terhadap warga Indonesia yang melintas di perairan Sei Ular oleh aparat keamanan Malaysia yang belum lama ini terjadi, memang bukan untuk pertama kali dan satu-satunya kasus.
Informasi yang diperoleh diksipro.com, sejak Agustus 2017 hingga Februari 2021 saja, sudah 9 kali terjadi kasus serupa.
Secara kumulatif, 5 kali penangkapan warga Indonesia oleh aparat keamanan Malaysia terjadi pada Februari 2021. Selebihnya, satu kali pada tahun 2017, dua kali pada tahun 2019 dan satu kali terjadi pada tahun 2020.
Informasi ini diperoleh dari Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Nunukan, Abdul Halid, ST. M.AP, melalui Kepala Seksi (Kasi) Kepelabuhanan, Lisman.
“Aparat keamanan Malaysia kerap kali menangkap speedboat berpenumpang beserta motorisnya yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia atau tepatnya di perairan Sei Ular,” tegas Lisman saat rapat Evaluasi Penertiban Lalu Lintas Pelayaran Sei Ular – Sei Bolong di Ruang Rapat PLBL Liem Hie Djung beberapa waktu lalu.
Padahal, lanjut dia, jalur dimaksud merupakan lintasan penyeberangan orang dengan trayek tetap dan teratur untuk rute Sei Bolong (Nunukan) dengan Sei Ular (Sei Menggaris) yang berarti jalur ini merupakan jalur resmi pelintasan orang yang menghubungkan Pulau Nunukan dengan daratan besar Pulau Kalimantan, demikian pula sebaliknya.
Dilanjutkan, terdapat 3 Agen Pelayaran yang beroperasi di Sei Ular maupun di Sei Bolong. Masing-masing CV. Sungai Ular Mandiri, CV. Reza Sei Ular dan CV. Rusfi Malindo. 3 Agen Pelayaran ini menaungi 75 armada speedboat.
Rapat Evaluasi Penertiban Lalu Lintas Pelayaran Sei Ular – Sei Bolong yang dilangsungkan ini menindaklanjuti peristiwa penangkapan oleh Pasukan Gerakan Am (PGA) dari jajaran Polis Diraja Malaysia (PDRM) pada 10 Februari lalu terhadap 8 WNI yang berasal dari Kecamatan Sebuku.
“Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dinas Perhubungan (Dishub) bersama jajaran stakeholder terkait, melakukan evaluasi penertiban jalur lalu lintas pelayaran di wilayah perbatasan,” terang Lisman.
Dijelaskan Lisman, penangkapan berulang kali yang terjadi diduga kuat karena Speedboat yang ditumpangi telah memasuki wilayah perairan Malaysia. Kejadiannya bisa disebabkan oleh banyak hal. Baik dari kemampuan motoris, kondisi alam atau cuaca maupun kondisi pasang surut air yang membuat motoris speedboat terpaksa melintasi jalur yang ternyata melewati batas negara.
Faktor lain bisa juga disebabkan adanya bentangan tali usaha budidaya rumput laut yang menjulur dari arah pantai jauh ketengah laut, hingga memotong jalur lintasan speedboat akibat alur pelayaran yang menyempit.
Selebihnya, disebabkan kondisi alam pada malam hari yang membatasi jarak pandang motoris hingga jalur yang dilewati bisa melenceng melampaui batas Negara. Dinas Perhubungan sendiri sebenarnya sudah melarang perjalanan laut dilakukan pada malam hari untuk mengindari hal-hal buruk terjadi. Salah satunya adalah melintasi batas wilayah Negara.
Diterangkan Lisman, Dinas Perhubungan sebenarnya tidak membenarkan perjalanan laut dilakukan sebelum Pk. 07.00 dan melewati Pk. 17.00 Wita. Kecuali untuk keberangkatan emergency yang masih bisa ditolerir. Itupun disyaratkan dengan beberapa ketentuan.
“Pelayaran pada malam hari tidak diperbolehkan. Selain menghindari terjadi musibah kecelakaan laut, kemungkinan keterbatasan jarak pandang motoris untuk menentukan alur pelintasan secara jelas bisa terhalang. Kecuali misalnya, mengantarkan orang sakit atau kondisi darurat lainnya”, tegas Lisman.
Ditambahkan, untuk kondisi darurat dimaksud juga harus mendapatkan izin aparat keamanan baik yang di laut maupun petugas pengamanan perbatasan untuk dilakukan pendampingan. (sya/diksipro)