Pengawasan di Asrama Siswa Korban Perbuatan Cabul Dipertanyakan

NUNUKAN – Kasus Pelecehan seksual yang dialami seorang pelajar pria berusia 16 tahun di Nunukan mendapat perhatian khusus dari Kepala Cabang (Kacab) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) Provinsi Kaltara, Warsito.

Mengingat pelajar dimaksud selama ini tinggal pada asrama di sekolahnya, Warsito mempertanyakan keseriusan kepala asrama dalam memantau aktifitas siswa penghuni asrama di luar jam sekolah.

“Di asrama itu pasti ada guru pembina atau biasa disebut Kepala Asrama. Pengawasan diberikan terhadap siswa penghuni asrama seharusnya dua puluh empat jam,” kata Warsito, Minggu (22/05/2022).

Untuk dapat memantau aktifitas siswa sepulang sekolah, lanjut Warsito, seyogianya guru atau Kepala Asrama juga harus tinggal di Asrma.

“Mereka punya kewajiban melindungi hak anak di lingkungan sekolah. Agar anak bisa merasa bahagia. Apalagi siswa yang tinggal di asrama, harus dibina 24 jam,” ucapnya.

Warsito menegaskan, dalam dua pekan mendatang, pihaknya akan melancarkan sosialisasi sekolah ramah anak pada tiap sekolah. Sekolah Ramah Anak sangat penting diterapkan di lingkungan sekolah. Agar siswa terhindar dari kekerasan fisik dan seksual termasuk bullying yang bisa saja dialami siswa.

Terakhir, sosialisasi sudah dilaksanakan di SMA Katolik yang akan dilanjutkan hingga ke sekolah-sekolah di wilayah Sebatik. Saat sosialisasi dilakukan, katanya lagi, semua unsur sekolah, baik guru, staf tata usaha, hingga Satpam sekolah wajib hadir. Karena semua warga sekolah memiliki kewajiban melindungi hak anak di sekolah,”terang Warsito.

Tidak hanya di sekolah, Warsito juga menekankan kepada orangtua atau wali siswaagar tidak melakukan atau mempertontonkan kekerasan fisik di rumah ataupun di lingkungan keluarga.

Bentuk kepedulian lain orang tua terhadap anak yang berstatus pelajar, saat penyrahan rapor siswa, sekolah diwajibkan hadirkan orangtua atau wali siswa.

Dalam kesempatan itu, wali kelas harus mengingatkan kepada orangtua atau wali siswa untuk tidak melakukan kekerasan fisik kepada anak di rumah. Karena hal itu bisa menjadi faktor depresi yang membuat perubahan sikap atau psikologi anak.

Seperti diketahui, kasus pelajar putra berusia 16 tahun yang menjadi korban perbuatan cabul oleh seorang wanita dewasa di Nunukan bari-baru ini sangat menyita perhatian publik.

Diketahui, korban merupakan pelajar yang mengikuti pendidikan di salah satu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Nunukan melalui program Community Learning Center (CLC) tinggal di asrama sekolah tempat dia menimba ilmu pengetahuan.

Kedua orang tuanya berada di Malaysia sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negara tersebut. Ayahnya berprofesi sebagai montir. Sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga.

Setiap tahun, ada terselenggara program repatriasi pendidikan bagi anak PMI yang merupakan peserta didik SIKK dan Community Learning Center (CLC) di Sabah-Malaysia.

Pada program tersebut, para pelajar mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Indonesia pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas dengan skema Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Kemdikbudristek RI, Pemerintah Provinsi, dan Yayasan. (INNA/DIKSIPRO)

Komentar
Exit mobile version