Nasib PKL Yang ‘Tersingkir’ Dari Pelabuhan Tunon Taka Nunukan

Basma : Terpaksa harus kucing-kucingan dengan petugas,”

NUNUKAN – Memasuki akhir tahun 2021 lalu, PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Regional IV Cabang Nunukan melakukan berbagai pembenahan dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

Sejumlah kebijakan yang diterapkan di kawasan pelabuhan bertujuan menciptakan lingkungan pelabuhan yang tertib, rapi, indah, aman dan nyaman. Salah satunya, menertibkan keberadaan para Pedagang Kaki Lima (PKL), terhitung sejak 1 Oktober 2021.

Sejak kebijakan itu diberlakukan, PKL sudah tidak diizinkan lagi beraktivitas bebas pada area bongkar muat peti kemas, pelabuhan pendaratan hingga ke kapal yang merapat di Pelabuhan Tunon Taka.

Pilihannya, para PKL diarahkan untuk memanfaatkan tempat berjualan di lokasi terminal penumpang yang disediakan pihak PT. Pelindo Regional IV Nunukan dengan cara sewa tempat.

Tidak banyak PKL yang mampu mengikuti arahan tersebut. Mereka yang bermodal kecil dengan barang dagangan seadanya, mengaku, meraih rupiah demi rupiah sebagai keuntungan dari usahanya guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja belum tentu terpenuhi.

Apalagi menyisihkan uang untuk membayar sewa tempat berjualan.Basma (60) satu diantara para PKL di kawasan Pelabuhan Tunon Taka yang merasa kesulitan jika harus menyewa tempat yang tersedia dalam menjajakan barang dagangannya. Sama sulitnya jika dia harus memilih untuk tidak berjualan lagi.

Maka pilihannya, dia harus rela ‘kucing-kucingan’ dengan petugas pengawas agar bisa memasuki kawasan pelabuhan untuk menjajakan barang dagangannya kepada penumpang setiap kapal yang merapat di pelabuhan.

Tidak jarang, setelah dengan susah payah berhasil memasuki kawasan pelabuhan secara ilegal, mereka dikeluarkan lagi oleh petugas yang melakukan pengawasan saat dipergoki berada di kawasan terlarang untuk PKL.

“Kalau ketahuan petugas lalu diusir keluar pelabuhan, ya pasrah saja menerimanya. Terpaksa pindah ke tempat lain yang tidak dilarang berjualan tapi masih di sekitar pelabuhan juga,” tutur Basma.

Namun dari sisi penghasilan, menurut Basma, berjualan di luar areal pelabuhan jauh menurun drastis dibanding ketika masih diperbolehkan menjajakan barang dagangan di dalam lokasi pelabuhan.

Situasi tersebut, diakui kerap memaksa mereka harus membandel. Melihat situasi jika pengawas lengah, usaha memasuki pelabuhan secara sembunyi-sembunyi akan dilakukan lagi.

“Jika ketahuan lagi, ya diusir lagi. Begitu terus,” kata Basma sambil sedikit tersenyum. Senyum getir dari wajah perempuan tua yang mengaku sudah menjadi PKL di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan selama 23 tahun atau tepatnya sejak tahun 1999 silam.

Ada rekannya sesama PKL yang mencoba bayar secara patungan uang sewa tempat berjualan yang disediakan oleh PT. Pelindo Cabang Nunukan sebesar Rp 2 juta per bulan. Tapi akhirnya mengeluh karena sepi pembeli akibat lokasinya yang cukup jauh dari jangkauan penumpang yang ada di kapal.

Menjadi PKL merupakan usaha yang bisa dilakukan Basma untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersama beberapa anak yang masih menjadi tanggungannya. Sejak suaminya meninggal dunia pada tahun 2004 lalu, dia menjadi tulang punggung utama keluarga dalam mencari nafkah.

Diceritakan, para PKL yang berdagang di kawasan Pelabuhan Tunon Taka Nunukan sudah sangat hafal dengan jadwal rutin kedatangan dan keberangkatan kapal di tempat ini.

Kebanyakan diantaranya sudah berada di kawasan pelabuhan sejak Pk. 05.00 dinihari atau selambat-lambatnya Pk. 06.00 Wita agar terhindar dari penjagaan petugas saat memasuki pelabuhan.

Namun Basma tidak bisa selalu mengikuti jadwal rekan-rekannya sesama PKL seperti itu. Selain karena usianya yang sudah tergolong tidak muda lagi, dia juga masih harus melakukan pekerjaan rutinitas rumah tangganya sehari-hari sebelum pergi berjuaalan.

“Seringnya saya baru bisa turun ke pelabuhan sudah agak siang. Antara Pk. 09.00 atau Pk. 10.00,” terangnya.

Jika situasi pelabuhan tengah ramai, Basma bisa memperoleh uang dalam sehari antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Pendapatan itu tentu saja bukan keuntungan bersih karena sudah termasuk dengan modal barang yang dia jual.

“Mau dibilang cukup atau tidak cukup, harus dicukupkan. Dari keuntungan hasil berjualan itu digunakan untuk membeli kebutuhan dapur sehari-hari. Beli garam, tomat atau cabe dan sedikit sayur,” kata Basma.

Untuk barang dagangan yang cepat laku terjual, biasanyanya Basma membelinya dengan modal sendiri. Sedangkan untuk beberapa barang dagangan pelengkap, biasanya dia meminjam pada pedagang pemilik toko dengan hitungan berbagi untung.

Cara seperti itu sudah umum dilakukan para PKL di Pelabuhan Tunon Taka yang bermodal kecil seperti Basma. Karena, jika barang yang dibawa belum laku terjual, boleh dikembalikan kepada pemilik toko. Keeseokan harinya, bisa dibawa lagi untuk kembali dijajakan. (DEVY/DIKSIPRO)

Komentar
Exit mobile version