Masyarakat Wilayah III Kabupaten Nunukan Keluhkan Lagi Soal BBM

Harapkan Perhatian Segera Dari Pemerintah Daerah

NUNUKAN – Masyarakat di Wilayah III Kabupaten Nunukan kembali menyuarakan ‘jeritan hati’ mereka terkait ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mereka butuhkan. Kesulitan untuk mendapatkan BBM dipastikan menjadi hambatan masyarakat dalam melakukan aktifitas-aktifitas penting keseharian mereka.

Kalaupun ada, BBM tersebut tidak mereka dapatkan dari agen-agen penyalur resmi melainkan dibeli pada pasar eceran warga yang tentu saja harganya jauh lebih mahal jika dibanding pada agen penyalur resmi.

Seperti disampaikan Wakil Ketua Adat Besar Dayak Agabag Kecamatan Sebuku, Jonni S.Pd.K melalui media ini, Ahad (15/1/2023), bahwa kesulitan mendapatkan BBM benar-benar menjadi keluhan luar biasa yang seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah.

“Pemerintah jangan pura-pura tidak tahu dengan kesulitan kami. Cukup lama kami bersabar menunggu langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi persoalan kebutuhan BBM di Wilayah III ini. Dari waktu ke waktu, bukannya teratasi tapi kondisinya malah menyengsarakan masyarakat,” kata Jonni.

Masyarakat, kata Jonni, tadinya berharap banyak dengan kebijakan BBM Satu Harga yang dicanangkan Presiden RI, Joko Widodo. Namun faktanya, hingga saat ini, wilayah mereka yang diklasifikasikan sebagai Daerah Tertinggal, Tedepan dan Terluar (3 T)  masih mendapatkannya dengan harga mahal lantaran tidak adanya pasokan  secara resmi dari PT. Pertamina (Persero).

Keluhan kesulitan mendapatkan BBM  di Wilayah III juga disampaikan oleh salah seorang warga mengaku bernama Din yang berdomisili di Desa Apas Kecamatan Sebuku.

“Dari desa, kami harus menempuh jarak yang cukup jauh mendatangi Agen Penyalur Minyak dan Solar (APMS) dengan harapan ada BBM yang bisa kami beli untuk memenuhi kelancaran usaha yang memang membutuhkan BBM guna melancarkan mobilisasi dari usaha kecil-kecilan yang saya lakukan,” kata Din yang memastikan dirinya hanya salah seorang dari warga yang mengembangkan usaha rumahan yang sangat bergantung dengan ketersediaan BBM.

“Saat kami tiba di APMS, ternyata BBMnya tidak ada. Terpaksa membeli yang eceran di pinggir jalan walau dengan harga yang cukup mahal,” terangnya.

Demikian juga warga Sebuku lainnya, bernama inisial Ls yang melakukan usaha di bidang jasa angkutan transportasi umum angkutan untuk masyarakat yang kerap terpaksa memarkir kendaraan angkutan umum miliknya lantaran tidak ada BBM.

“Pemerintah mendorong masyarakat bisa mengembangkan usaha untuk meningkatkan perekonomian. Tapi jika tidak didukung dengan ketersediaan BBM, bagaimana usaha bisa jalan,” katanya.

Baik Jonni, Srd maupun Ls membenarkan, bahwa di daerah mereka, khususnya di Kecamatan Sebuku, BBM bukannya sama sekali tidak tersedia. Ada, tapi harganya sudah sangat mahal karena sudah jadi usaha Sebagian masyarakat yang menjual secara eceran di pnggir-pinggir jalan.

Yang cukup mengherankan, BBM yang tersebar dijual eceran di pinggir jalan tersebut, kata Din justru dipasok dari Kabupaten Kota lain, yakni Malinau. Lalu bagaimana Pemerintah Darah Kabupaten Nunukan menyikapi ini.

Menurut Din dan Ls, di Kecamatan Sebuku sendiri sebenarnya ada beberapa agen penyalur BBM berijin, namun tidak menerima pasokan dari PT. Pertamina. Sehingga mempertanyakan kebijakan BUMN tersebut terkait kepedulian memenuhi hajat hidup orang banyak, selaku lembaga yang mewakili pemerintah dalam pendistribusian BBM.

Kesulitan mendapatkan BBM di Wilayah III Kabupaten Nunukan dikatakan lebih terasa lagi sejak salah satu APMS yang selama ini beroperasi di Kecamatan Sebuku, beberapa waktu terakhir tidak beroperasi lagi pasca APMS yang beada di Jl Trans Sebuku tersebut terindikasi telah melakukan praktik penyimpangan pendistribusian BBM yang dipasok oleh PT. Pertamina (Persero).  (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar
Exit mobile version