NUNUKAN – Menyikapi situasi terbaru perkembangan persoalan lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT Nunukan Jaya Lestari (NJL) di Sei Menggaris dengan Koperasi Tani Bena’an Kesultanan Tidung Bulungan Kabupaten Nunukan, Lembaga Adat Dayak Tidung (LADT) Nunukan menggelar rapat koordinasi.
Ketua Dewan Majelis Adat Dayak Tidung Kabupaten Nunukan ji, Muhammad Yusuf HB mengatakan, rapat yang digelar di rumah kediamannya pada Ahad (9/11/2025) tersebut dalam rangka merapatkan barisan dan menyatukan visi warga masyarakat yang tergabung dalam LADT Nunukan untuk benar-benar memahami akar permasalahan sesungguhnya agar tidak tergiring pada isu-isu lain yang tidak ada hubungannya dengan eksistensi organisasi mereka.
Dihadapan massa warga etnis Tidung yang hadir sebagai peserta rapat saat itu, Muhammad Yusuf menegaskan satu-satunya alasan sehingga LADT Nunukan terpaksa harus melibati perseteruan yang terjadi antara PT. NJL dengan Koperasi Bena’an Kesultanan Tidung Bulungan Kabupaten Nunukan, adalah soal penggunaan kata Kesultanan Tidung Bulungan untuk nama koperasi yang didirikan oleh seseorang bernama Riduansyah yang kemudian menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Koperasi Tani Bena’an Kesultanan Tidung Bulungan (Koptan – BKTB) Kabupaten Nunukan.
Menurut Muhammad Yusuf, pada kalangan masyarakat adat Tidung, penggunakan atribut atau penyebutan nama Kesultanan maupun Lembaga Adat untuk tujuan penamaan sebuah organisasi tidak boleh asal-asalan atau hanya berdasar keinginan si pembentuk organisasi saja.
“Bukan kepada ‘orang luar’ saja. Bahkan untuk zuriat sendiri, penggunaannya harus ada restu atau ijin tertulis dari Pemangku Kesultanan serta berkoordinasi dengan ketua ketua Lembaga Adat,” tegas Muhammad Yusuf.
Tidak adanya restu atau ijin dari Pemangku Kesultanan maupun koordinasi kepada Ketua Lembaga Adat untuk kata penamaan koperasi bentukan Riduansyah, lanjut Muhammad Yusuf sejak awal sudah dinilai sebagai bentuk tidak menghormati tradisi yang berlaku di kalangan masyarakat adat Tidung.
“Terlebih lagi ketika anggota kelompok tani bentukan koperasi tersebut melakukan tindakan-tindakan melawan hukum atau pelanggaran norma-norma sosial di tengah masyarakat. Tentu saja masyarakat dari etnis yang nama adatnya dicatut untuk kegiatan negatif tersebut yang merasa sangat dipermalukan. Sedangkan dari masyarakat kami sendiri tidak ada yang ikut terlibat di dalam kegiatan tersebut,” tegas Ketua Dewan Majelis Adat Dayak Tidung Kabupaten Nunukan ini.
Ditambahkan, di kalangan masyarakat etnis mereka, adat dipahami sebagai sesuatu yang begitu dihormati dan dijunjung tinggi. Setara dengan menghormati dan bakti kepada orang tua sendiri. Sangat wajar jika ada reaksi-reaksi ketika adat tersebut terusik.
Melengkapi pernyataan Muhammad Yusuf, Ketua LATB Kecamatan Sei. Menggaris, Ahmad ST menyebutkan bahwa beberapa kali anggota kelompok tani bentukan Koperasi Bena’an Kesultanan Tidung Bulungan Kabupaten Nunukan memanen buah sawit di perkebunan yang dikelola PT. NJL adalah perbuatan ilegal. Sebagai bentuk melawan hukum dan pelanggaran norma sosial. Mengingat, hingga saat ini belum ada keputusan hukum inkrah terhadap keabsahan status lahan perkebunan yang diklaim sebagai kepemilikan Riduansyah yang kemudian dibagi-bagikan kepada kelompok-kelompok tani.
“Dapat dibayangkan bagaimana dampak sosial maupun tekanan psikologis yang dirasakan oleh masyarakat etnis kami atas perbuatan negatif yang dilakukan oleh orang-orang yang justru samasekali tidak ada kaitannya dengan masyarakat kami,” kata Ahmad.
Jika sempat terjadi insiden pemukulan terhadap anggota kelompok tani yang terjadi pada Jum’at (7/11/2025) lalu, menurut Ahmad tidak terlepas dari akumulasi kekecewaan mereka karena samasekali tidak dihargai selaku tokoh ketua adat setempat yang sudah berkali-kali mengingatkan agar jangan dulu melakukan panen buah sawit di perkebunan yang dikelola PT. NJL sebelum ada keputusan sah secara hukum terkait status lahan. Karena tindakan tersebut berdampak pada nama baik kelompok masyarakat yang nama etnisnya digunakan pada penamaan koperasi yang membentuk kelompok tani dimaksud.
”Harus diingat, kawasan Kecamatan Sei. Menggaris termasuk dalam wilayah hukum adat masyarakat Tidung. Jika tokoh atau pimpinan masyararakat adatnya saja tidak dihargai, mau dibilang apa?,” tegas Ahmad . (ADHE/DIKSIPRO)
