Kecewa Hasil Sidang di PN Nunukan, Yohana Banding ke PT

Perkara Kepemilikan 2 Hektar Tanah di Sebuku

NUNUKAN – Kendati telah memastikan menempuh banding, salah seorang warga RT. 3, Desa Apas Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Yohana (48) tetap mengkritisi hasil keputusan sidang di Tingkat Pengadilan Negeri (PN) Nunukan atas kasus sengketa tanah antara dirinya selaku tergugat dengan penggugatnya, Ken Wiagung.

Yohana mengaku merasa ada yang perlu dipertanyakan dari hasil sidang dari perkara gugatan kepemilikan lahan seluas 200 m X 100 m berlokasi di Jl. Provinsi Desa Apas RT 01, Kecamata Sebuku Kabupaten Nunukan yang saat itu dipimpin oleh Hakim Ketua, Nardon Sianturi, S.H. dan Bimo Putro Sejati, S.H. selaku Hakim Anggota.

Ibu rumah tangga berstatus janda ini menilai pada pelaksanaan hingga terbitnya keputusan Majelis Hakim pada proses hukum yang berlangsung pada pertengahan Mei 2025 lalu dirinya tidak memperoleh keadilan sebagai mana semestinya.

“Sebagai pihak pemilik lahan dengan bukti dokumen kepemilikan yang kuat, saya justru dikalahkan dari penggugat yang bermodalkan dokumen cacat secara hukum. Selain tidak lengkap, terdapat beberapa rekayasa pada dokumen kepemilikan yang diajukan penggugat,” ujar Yohana.

Merinci kronologis asal muasal lahan dimaksud, menurut Yohana merupakan sebidang tanah garapan yang yang dibeli almarhum suaminya, Philipus Arief dari pemilik yang menguasai sebelumnya bernama Akun Simin pada tahun 1997 silam. Keabasahannya dibuktikan terbitnya Surat Pernyataan Pengusaan Tanah (SPPT) atas nama suaaminya (Philipus Arief) pada tanggal 25 Maret 1997 yang ditandatangani oleh Petrus Kapalat selaku Kepala Desa saat itu dengan saksi yang bertanda tangan, Ketua RT 01 Desa Apas, bernama Yukul.

Pada tanggal 1 Juni 2019, Philipus Arief meninggal dunia sehingga kepemilikan tanah dimaksud beralih kepada 5 orang ahli warisnya, yaitu Yohana (istri) dan empat orang anak mereka, masing-masing Maria Kartika (18), Veronika Permata (19), Dimas Teguh Sentosa (15) dan William (11).

“Kesepakatan para ahli waris kemudian tanah tersebut diserahkan menjadi milik anak pertama kami, Maria Kartika dengan bukti Akta SPPT pejabat Notaris  Nomor 96/Leg/Not/XII/2022,” terang Yohana.

Selain SPPT yang dimiliki, Yohana juga memperlihatkan lembar bukti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan tersebut yang rutin mereka bayar setiap tahun hingga di tahun 2024 lalu.

Masih seperti yang dituturkan Yohana, permasalahan kemudian muncul setelah adanya gugatan ke Pengadilan Negeri Nunukan dari Ken Wiagung yang mengklaim sebagai pemilik lahan dimaksud berdasar bukti SPPT No 26/DS/APAS/VIII/2004. Selain disahkan oleh Basilip selaku Kepala terbaru di Desa Apas, Kecamatan Sebuku, SPPT penguasaan tanah versi Ken Wiagung juga mencantumkan nama Yakul, selaku Ketua RT 01 Desa Apas sebagai saksi yang bertanda tangan.

Menyebutkan sejumlah kelemahan yang disebut Yohana sebagai cacat secara hukum pada SPPT milik Ken Wiagung yang baru diterbitkan pada tanggal 26 Agustus Tahun 2004 tersebut, diantaranya terdapat lapisan type ex untuk merubahan data yang tertera. Ken Wiagung disebut-sebut juga tidak memiliki bukti wajib pelunasan PBB. 

Yohana juga merasa heran dengan keputusan Majelis Hakim yang mengabaikan bukti dokumen lain yang dia ajukan dalam proses persidangan. Yakni masing-masing Surat Pernyataan kontra dari Petrus Kapalat selaku Kepala Desa yang mengesahkan maupun Yakul selaku Ketua RT 01 Desa Apas sebagai saksi pada lembar SPPT milik Ken Wiagung.

Dalam masing-masing Surat Pernyataan yang dibuat, baik Petrus Kapalat maupun Yakul mengaku tanda tangan yang mereka cantumkan untuk SPPT kepemilikan tanah dari Ken Wigung dibuat karena ketidakpahaman serta adanya paksaan dari Ken Wigung. Termasuk Surat Pernyataan yang dibuat oleh Nadisan, istri mendiang Akun Simin yang membenarkn lahan tersebut benar milik almrhum suaminya yang dijual kepada Philipus Arief pada tahun 1997.

Upaya awak media ini untuk melakukan klarifikasi langsung kepada Hakim Ketua pada majelis persidangan perkara itu tidak membuahkan hasil lantaran yang bersangkutan tidak berada di tempat. Menurut staf di PN Nunukan yang bertugas saat itu, Nardon sedang menjalani masa cuti di kampung halamannya.

Demikian juga saat diminta nomor kontak yang bisa dihubungi guna membuat janji untuk wawancara, tidak diperoleh dengan alasan tidak bisa memberikannya tanpa ijin dari yang bersangkutan. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar
Exit mobile version