Kantor Imigrasi Nunukan Lari Dari Tanggung Jawab

Soal Temuan 33 Penumpang Pelanggar Keimigrasian

NUNUKAN – Adanya temuan pelanggaran keimigrasian terhadap 33 orang penumpang sebuah kapal regular rute Tawau – Nunukan di Nunukan oleh Badan Pemeriksa Keungan (BPK) berbuntut denda sebesar Rp1.650.000.000 kepada pemilik kapal oleh DPRD Nunukan dinilai sebagai tindakan yang sangat tidak bijak.

Menurut anggota DPRD Nunukan, Saddam Husein terhadap kasus-kasus pelanggaran keimigrasian merupakan tanggungjawab Direktorat Jenderal Imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM, serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Keimigrasian yang bertugas melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian.

“Selain itu, Pejabat Imigrasi juga memiliki wewenang untuk melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Orang Asing,” kata Saddam Husein.

Dirincikannya, tugas dan fungsi Kantor Imigrasi meliputi pelayanan paspor, visa, izin tinggal, dan dokumen perjalanan lainnya. Termsuk mengawasi lalu lintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia serta orang asing yang berada di wilayah Indonesia hingga melakukan tindakan administratif keimigrasian dan penyidikan tindak pidana keimigrasian.

Termasuk soal 33 orang Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia dan Filipina beberapa waktu yang masuk ke Indonesia menggunakan paspor dengan masa berlaku kurang dari 6 bulan beberapa waktu lalu, menurut Saddam dalam penangannya adalah urusan Kantor Imigrasi Nunukan.

Namun setelah jadi temuan BPK sebagai sebuah pelanggaran, Kantor Imigrasi Nunukan malah mencari kambing hitam pelaku kesalahan yang terjadi. Dalam hal ini, pemilik kapal angkut penumpang yang membawa 33 WNA tersebut dari Tawau (Malaysia) ke Nunukan.

“Benar, bahwa pemilik kapal juga harus memeriksa paspor milik penumpangnya. Namun perbedaan aturan keimigrasian antara Malaysia dengan Indonesia harus dijadikan acuan dalam penangannya,” ujar Saddam.

Penumpang yang diangkut oleh kapal regular dimaksud, lanjut Saddam sudah melalui proses resmi dari negara ‘pintu’ keluarnya, dalam hal ini Malaysia. Jika karena aturan keimigrasian di Indonesia yang berbeda, mestinya Kantor Imigrasi Nunukan saat itu menolak kedatangannya dan mengambil tindakan administratif, memulangkan orang-orang tersebut ke negara asal datangnya pada hari dan kapal yang sama. Bukan malah menerima secara resmi, dibuktikan dengan membubuhkan stempel kedatangan oleh petugas Kantor Imigrasi yang ada di lapangan.

Jika pelanggaran keimigrasian tersebut kemudian jadi temuan BPK dengan sanksi denda Rp 50 juta per orang, mestinya yang bertanggungjawab adalah Kantor Imigrasi Nunukan. Bukan malah mencari kambing hitam dengan menjadikan pemilik kapal angkut sebagai pelaku kesalahan yang terjadi.

“Selain lari dari tanggungjawab pada tugas dan kewenangannya, membebankan total denda yang harus dibayar kepada pemilik kapal angkutan adalah bentuk praktik pemerasan terhadap rakyat oleh Kantor Imigrasi Nunukan,” tegas Saddam, Rabu (18/06/2025), siang. (ADHE/DIKSIPRO)

Komentar
Exit mobile version