Foto : H. Asmar bersama IKA Fahutan Unmul menanam pohon bakau di area wisata Belagaone
NUNUKAN – Kabupaten Nunukan dengan kondisi geografis terdiri atas beberapa pulau tentu memiliki wilayah pesisir yang cukup panjang. Wilayah pesisir yang telah menjadi tempat pemukiman atau tempat usaha sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan yang berujung pada terganggunya ekosistem dan kelestariannya.
Peduli terhadap ancaman tersebut, Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (IKA Fahutan Unmul) Cabang Kalimantan Utara melakukan kampanye tentang kelestarian ekosistem pesisir pantai dan hutan mangrove di Kabupaten Nunukan.
Kegiatan yang melibatkan organisasi peduli dengan lingkungan dari Jerman, Deutsche Gesellschaft für Inteornationale Zusammenarbeit (GIZ) dicanangkan dilokasi objek Wisata Mangrove Belagaone yang berada di wilayah RT. 06 RW 01 Kelurahan Nunukan Selatan, Kecamatan Nunukan Selatan.
Selain membersihkan lingkungan sekitar, bentuk kampanye dilakukan dengan penanaman bibit pohon mangrove dan seruan kepada masyarakat untuk peduli menjaga kelestarian dan kebersihan pesisir pantai.
Koordinator Wilayah (Korwil) IKA Fahutan Unmul Cabang Kaltara Masniadi S. Hut, M. AP. Menjelaskan kegiatan digelar lebih kepada menggugah kesadaran dari seluruh stakeholders baik pemerintah daerah maupun masyarakat tentang pentingnya melestarikan kawasan pesisir dan mangrove.
“Kampanye ini perlu dilakukan agar semua pihak lebih menyadari lagi pentingnya kelestarian kawasan pesisir dan mangrove yang terjaga dengan baik,” ujar Masniadi.
Mewakili Pemerintah Daerah menghadiri kegiatan ini, Asisten Administrasi Umum Pemerintah Kabupaten Nunukan, H. Asmar mengatakan kawasan pesisir dan mangrove memiliki manfaat sangat besar dalam menjaga keseimbangan kelestarian lingkungan hidup secara menyeluruh. Pohon mangrove dengan akar yang banyak serta batang yang kuat, menurut Asmar, mampu mencegah abrasi pantai, intrusi dan bahkan tsunami.
Selain manfaat itu, lanjut dia mangrove dapat pula menjadi kawasan yang menyaring gas CO² (karbondioksida) dan limbah-limbah yang ada di laut serta dapat juga menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis ikan, biota laut, dan satwa lainnya.
“Jika dilirik dari segi ekonomi, mangrove memang memiliki manfaat antara lain sebagai bahan bangunan. Kulit batang dan daunnya bisa digunakan sebagai pewarna batik. Namun perlu dipertimbangkan juga kelestariannya,” tegas Asmar.
Karenanya, masih seperti dikatakan pejabat ini, salah satu pilihan terbaik adalah menjadikannya sebagai destinasi wisata. Kendati masih cukup banyak pesisir pantai di wilayah Kabupaten Nunukan ini yang terpelihara dengan baik namun kebiasaan membuang sampah kelaut masih menjadi momok persoalan.
“Pemerintah daerah terus mengampanyekan dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak lagi membuang sampah ke laut,” ujar Asmar.
Mengutip IDN Times, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melaporkan, pada Juli 2018, hampir 52.000 hektare mangrove musnah di Indonesia, bahkan yang menyebabkan kerusakan tersebut ialah ulah manusia itu sendiri.
Selain sampah, persoalan lain terkait wilayah pesisir terjadi di Pulau Sebatik yaitu abrasi pantai yang sudah seharusnya mulai diberikan perhatian lebih, mengingat permasalahan itu masih menjadi ancaman nyata yang menghantui masyarakat sekitar pesisir beberapa waktu lalu.(qyy/sya/disksipro)