NUNUKAN – Mengungkap berbagai pencapaian pembangunan yang terselenggara di daerah ini pada dua periode masa kepemimpinanya, Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid memastikan hasil yang diraih tidak luput dari berbagai tantangan dan hambatan yang suka atau tidak, harus dihadapi.
Kondisi geografis daerah Kabupaten Nunukan, dengan beberapa wilayah yang terpisah-pisah pada dua pulau besar, daratan serta dataran tinggi, merupakan tantangan tersendiri dalam membijaki pelaksanakan sejumlah program pembangunan yang akan diselenggarakan.
“Persoalan yang dihadapi dengan kondisi geografis seperti yang ada di daerah kita ini cukup kompleks. Namun konsekwensi pada tugas dan tanggung jawab seorang Kepala Daerah, komitmen dalam melaksanakan pembangunan didasarkan pada kesejahteraan rakyat, harus diselenggarakan,” tegas Bupati.
Memasuki awal masa kepemimpinan periode pertamanya (2016-2021), Laura bersama aparatur pemerintahannya, langsung ‘disambut’ oleh beban utang daerah dengan nilai hingga sebesar Rp. 447.4 miliar. Utang dengan nilai cukup fantastis tersebut merupakan ‘warisan’ dari pemerintahan sebelumnya.
Dengan kondisi menanggung beban utang seperti itu, menurut Laura dibutuhkan kerja keras dan pemikiran cerdas dalam menentukan kebijakan menjalankan program kebutuhan Pembangunan. Bagaimana bisa bijak mengatur keuangan daerah, antara alokasi anggaran kebutuhan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat dengan kebutuhan pada kewajibaan membayar utang daerah.
Hingga menjelang akhir masa jabatan pada periode keduanya, atau selama 10 tahun era kepemimpinan Laura, Pemkab Nunukan mampu mengatasi pembayaran beban utang daerah hingga sebesar Rp 293,25 miliar.
“Sisa utang yang belum terbayar akan diselesaikan sesuai dengan PMK Nomor 55 Tahun 2024, kami targetkan sampai tahun anggaran 2025,” ujarnya menerangkan.
Laura tidak membantah, pada masa kepemimpinannya terjadi kecenderungan penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang diperoleh. Namun dipastikan hal tersebut dipengaruhi oleh kebijakan penyesuaian perimbangan keuangan lantaran pemekaran provinsi dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Utara. Termasuk kebijakan refocusing anggaran akibat pandemi COVID-19.
Kondisi kesulitan mengelola anggaran yang serba terbatas di tengah tuntutan pembangunan yang harus diselenggarakan seperti itu tentunya tidak bisa dihindari akan dialami oleh siapapun pejabt Kepala Daerhnya saat itu.
“Keterbatasan kewenangan kami berdasarkan Undang-Undang 23 Tahun 2014 turut mempengaruhi akselerasi pembangunan,” ungkapnya.
Meski demikian, Bupati Laura menegaskan komitmennya untuk terus berupaya meningkatkan kondisi daerah. “Kami tidak akan berhenti berinovasi dan mencari solusi demi mendorong pertumbuhan dan pembangunan yang lebih baik,” katanya.
Pada masa mendatang, siapapun pejabat Bupati penggantinya nanti, Laura berharap adanya dukungan dari semua pihak atas kebijakan Pemerintah Daerah dalam merencanakan hingga pelaksanaan program pembangunan agar terselenggara lebih maksimal ditengah tantangan-tantangan yang muncul sebagai konsekwensinya. (ADHE/DIKSIPRO)