NUNUKAN – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax non subsidi dari harga Rp 9.200 menjadi Rp 12.750 per liter terhitung sejak 1 April 2022 ternyata tidak memengaruhi jumlah permintaan konsumen di daerah ini.
Menurut pemilik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Cahaya Nunukan, Fitriansyah, kendati terjadi kenaikan harga hingga Rp 3.500 per liter, permintaan Pertamax (Ron 92) di Nunukan tetap stabil.
“Selama pasokan masih ada, masyarakat di Nunukan umumnya tidak terlalu mempersoalkan jika harga BBM naik. Mereka baru akan mengeluh jika persediaanya terlambat datang atau sempat terjadi kekosongan,” beber Fitriansyah.
Namun kenaikan harga Pertamax tersebut justru memberi pengaruh terhadap harga BBM jenis Pertalite di wilayah Kalimantan Timur dan Utara. Harga BBM jenis Pertalite malah turun dari sebelumnya, dari Rp 7.850 menjadi Rp 7.650 per liter.
Kendati permintaan Pertamax tetap stabil, lanjut Fitriansyah, namun karena harga yang lebih murah, Pertalite masih menjadi pilihan pertama masyarakat konsumen pengguna BBM di daerah ini.
Kendati demikian pemilik usaha SPBU yang berlokasi di Jl. TVRI Nunukan ini menyarankan agar pemilik kendaraan lebih modern atau masyarakat mampu tetap menggunakan BBM dengan oktan yang lebih tinggi, yakni jenis Pertamax series. Karena alasan meningkatkan kualitas udara bersih lantaran berkurangnya emisi karbon.
Maraknya kendaraan jenis Low Cost Green Car (LCGC) sering disalahartikan para penggunanya. Mereka mengira, karena harga kendaraan jenis tersebut relatif murah maka cocok jika menggunakan BBM dengan oktan rendah.
Misalnya, kendaraan merek Ayla yang justru direkomendasikan memakai BBM RON minimal 92. Bahkan tertulis di buku panduan atau pada kunci penutup ruang pengisian BBM, tertera minimal RON 92
Berdasar pantauan di lapangan, menjelang kenaikan harga BBM jenis Pertamax, tidak terjadi antrean panjang di SPBU Cahaya Nunukan maupun SPBU lainnya.
“Persediaan Pertamax di SPBU kami, masih bisa memenuhi hingga 5 hari ke depan. H-2 kanaikan harga, kami sudah mengajukan pembelian ke Pertamina di Tarakan,” terang Fitriansyah.
Sedangkan ketersediaan BBM jenis Pertalite masih bisa memenuhi kebutuhan konsumen hingga dua hari ke depan.
Rutin dan normalnya, pengajuan pembelian BBM ke Pertamina di Tarakan dilakukan setiap 1 minggu sekali. Namun kedatangannya ke Nunukan tergantung cuaca. Keterlambatan pengiriman bisa terjadi jika kondisi cuaca sedang buruk.
“Kekosongan persediaan BBM kami hanya terjadi jika ada kendala pengiriman dari Tarakan,” terangnya.
Untuk kebutuhan Pertamax, dalam setiap kali pemesanan diajukan sebanyak 200 KL sedangkan Pertalite hanya 115 KL. Jika terjadi kehabisan persediaan Pertalite maka tersedia Pertamax untuk menutupi sampai pesanan Pertalite tersedia kembali.
Menjelaskan sempat terjadi kekosongan untuk semua jenis BBM di SPBU Nunukan belum lama ini, menurut Fitriansyah disebabkan perbaikan pemeliharaan rutin tahunan terhadap kapal pengangkutnya.
Pemeliharaan rutin tersebut menurutnya memang membutuhkan waktu beberapa hari sedangkan transportasi angkutan yang dapat digunakan untuk mengirim BBM dari Tarakan ke Nunukan hanya menggunakan transportasi laut. (INNA/DIKSIPRO).