NUNUKAN – Di tengah keramaian acara pesta kuliner tradisional yang menjadi rangkaian kegiatan memeriahkan peringatan HUT ke-26 Kabupaten Nunukan yang digelar di Indoor Gedung Olahraga (GOR) Sungai Sembilan di Nunukan ada sisi lain yang sempat menjadi sorotan banyak pengunjung.
Sisi lain tersebut adalah aksi beberapa ‘kolombus’ (kata plesetan untuk Kelompok Ibu-Ibu Pembungkus) yang memborong berbagai menu kuliner tersaji. Bukan sekedar mencicipi di lokasi acara digelar melainkan dikemas dengan volume ekstra untuk dibawa pulang.
Menjadi sorotan, -jika tidak bisa disebut bahan gunjingan- lantaran aksi tersebut menjadi bagian dari proses mempercepat habisnya berbagai jenis kuliner tersedia, yang memang gratis dan bebas untuk dinikmati pengunjung yang datang di acara tersebut.
Akibatnya, tidak sedikit pengujung lainnya samasekali tidak memperoleh kesempatan untuk mengetahui bagaimana antara lain nikmat kue Amparan Tatak yang disajikan oleh Kerukunan Bubuhan Banjar (KKBB), seperti apa cita rasa Cabe Kotokan dari meja saji Ikatan Keluarga Toraja (IKAT), seberapa enak kue tradisional Putri Keraton dari etnis warga Kutai atau Nakut Tapo dari derah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan masih banyak lagi aneka kuliner tradisional berbagai daerah di Indonesia pada acara tersebut, dalam sekejap hanya menyisakan wadah tanpa isi.
Tidak terhindarkan, aksi para ‘kolombus’ tersebut akhirnya menuai bisik-bisik komentar miring tidak saja dari pengunjung juga dari ibu-ibu perwakilan etnis yang menyajikan makanan khas daerah mereka ternyata hanya dinikmati segelintir orang.
“Sebaiknya jangan begitu. Ini (kuliner) kan disajikan agar dapat dicicipi banyak orang. Kalau pake’ dibawa pulang, apalagi banyak, ya kasihan dong yang lainnya yang juga kepingin mencicipi,” kata salah seorang pengunjung yang namanya diinisalkan saja, BDN.
Seorang pengunjung pria yang terlihat sempat berpindah dari satu meja saji ke meja saji lainnya namun tidak memperoleh jenis makanan seperti yang diharapkan, akhirnya hanya mengambil jenis makanan berbahan ubi rebus dari meja saji salah satu etnis yang ikut berpartisipasi dalam acara ini.
Ditanyakan tanggapannya, pengunjung pria ini tersenyum-senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala dan memberikan jawaban singkat, “Tangkismu lah ibu-ibu itu,” ujarya.
Syamniah Noor, perwakilan perempuan dari Kerukunan Kelurga Bubuhan Banjar (KKBB) mengatakan, sebenarnya masing-masing kuliner tradisional yang mereka tampilkan pada kegiatan ini dibuat dalam jumlah cukup. Alasannya, agar bisa lebih banyak lagi warga Nunukan dari etnis lain yang dapat mengenal dan mengetahui sensasi dari nyamannya wadai banjar.
“Karena memang disajikan gratis untuk pengunjung, kita ‘kan tidak mungkin mencegah ketika ada pengunjung yang meminta dengan porsi lebih,” kata wanita yang lebih dikenal dengan nama sapaan Amoy ini.
Malah menurutnya, dia dan ibu-ibu bubuhan banjar yang terlibat langsung dalam mengolah dan menyajikan kuliner tersebut merasa bangga bahwa kue tradisional masyarakat Kalimantan Selatan begitu diminati warga Nunukan. (ADHE/DISPRO)